Selasa, 20 Oktober 2015

REFLEKSI 1 TAHUN PEMERINTAHAN JOKOWI-JK “MENUNTUT JANJI KAMPANYE JOKOWI-JK”



REFLEKSI 1 TAHUN PEMERINTAHAN JOKOWI-JK
“MENUNTUT JANJI KAMPANYE JOKOWI-JK”

1 tahun sudah pemerintahan Jokowi-JK menahkodai negeri kita, Indonesia. Kita masih ingat bagaimana Jokowi-JK berjanji saat kampanye pemilihan Presiden danWakil Presiden dulu. Namun apakah janji yang mereka berdua koar-koarkan kepada kita (rakyat Indonesia) sudah betul-betul terpenuhi?. 1 tahun pemerintahan Jokowi-JK masih jauh dari harapan. Justru banyak terjadi pengkhianatan-pengkhianatan terhadap amanah rakyat yang dilakukan pemerintahan Jokowi-JK. Apa buktinya?

Jokowi-JK tidak pro rakyat justru pro korporasi asing seperti Cina. Terbukti beberapa proyek seperti tanggul laut, tol Sumatera, PLTU, merupakan mega proyek korporasi asing. Indikasinya dengan meminjam utang keluar negeri untuk pembangunan proyek-proyek tersebut dengan “menggadaikan” beberapa BUMN.

Perekonomian Negara kita semakin terpuruk, indikasinya daya beli masyarakat terus menurun di tengah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus melemah hingga Rp. 13.400-14.000,- per 1 dolar AS.

Penyerapan angggaran di beberapa pos kementerian masih rendah, tidak efektif dan tidak tepat sasaran. Ini menandakan pemerintahan Jokowi-JK sangat lamban dalam menjalankan persoalan anggaran yang berdampak pada perekonomian rakyat.

Kabut asap Riau dan Kalimantan sangat menyengsarakan rakyat, banyak yang terkena penyakit ispa dan sesak napas. Juga menimbulkan kecaman dari Negara tetangga. Jokowi-JK dan Perusahaan yang diberi izin oleh pemerintah untuk menggunakan hak guna pakai lahan hutan untuk sawit musti bertanggungjawab atas pembakaran yang mereka lakukan karena tidak sesuai prosedur penggunaan lahan.

Negara kita swasembada beras dan garam namun kenapa Jokowi-JK mesti import. Ini sangat merugikan rakyat khususnya petani. Harga gabah dan garam di petani menjadi hancur. Lalu sudahkah Negara kita betul-betul berdaulat jika masih tergantung kepada impor sedangkan di negeri sendiri kebutuhan tersebut tercukupi?

Negara mestinya menjamin hak beragama warganya. Pemerintah Jokowi-JK sangat tidak bisa mengantisipasi gejolak rakyatnya khususnya konflik yang berbau Agama. Kasus Tolikara dan Singkil seharusnya tidak terjadi jika Pemerintah Jokowi-JK bisa mengantisipasinya lebih awal. Oknum-oknum pembakar Masjid di Tolikara dan Gereja di Singkil mestinya segera diadili dan di hukum berat karena menimbulkan perpecahan bangsa.

Oleh karena itu, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cirebon menuntut:

1.      Tinjau ulang proyek infrastruktur yang berasal dari pinjaman luar negeri,
2.      Stabilkan nilai tukar rupiah,
3.      Percepat serapan APBN,
4.      Cabut izin perusahaan pembakar hutan,
5.      Tolak import pangan dan wujudkan kedaulatan pangan,
6.      Wujudkan kedamaian beragama, Negara harus menjamin hak beragama setiap warga Negara,
7.      Usut tuntas kasus atas nama agama, khususnya di Tolikara Papua dan Singkil Aceh.

Salam Pergerakan! Tangan Terkepal dan Maju ke Muka!

@pmiicirebon

Minggu, 11 Oktober 2015

Sejarah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)

SEJARAH
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA

         Wacana sejarah diyakini sebagian ahli sejarah sebagai sebuah konstruksi pemikiran yang merekam hampir seluruh peristiwa yang pernah dialami manusia. Pasang surut perjalanan manusia, bangsa, tokoh, mulai dari kejayaan sampai tenggelamnya, semua tercover oleh waktu ini. Apa? Dan mengapa mesti ada sejarah? Signifikan apa yang bisa dipetik dari sejarah?
         Pendekatan ini yang selayaknya dikedepankan. Karena seseorang tak akan pernah tertarik belajar sejarah jika tak mengetahui makna penting apa yang terkandung dalam sejarah. Dengan mengetahui kerangka inilah seseorang akan bergerak hatinya untuk mengetahui sejarah. Sejarah, walaupun pada dasarnya sekedar cerita mempunyai dinamika yang sangat dasyat. Setidaknya, inilah yang mengilhami ratusan ahli sejarah mencurahkan tenaga, pikiran, daya dan dana untuk mengetahui misteri apa yang terkandung dibalik sejarah.
         Mantan Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln menulis “We cannot escape history” (kita takkan pernah bisa melepaskan diri dari sejarah). Masa lalu, masa kini, masa yang akan datang tak pernah dihindari dari perjalanan hidup seseorang, organisasi, negara dalam menentukan bermakna atau tidaknya sejarah perjalanan hidupnya. Berkait itu pula para ahli sejarah eropa menulis “orang yang buta dengan apa yang terjadi sebelum ia dilahirkan, maka selamanya akan hidup menjadi bayi”. Seperti halnya membaca novel yang langsung pada akhir cerita. Tidak mengetahui perjalanan awal, konflik yang terjadi, masalah yang menyelimuti perjalanan yang dihadapi, strategi yang mana ibarat apa yng bisa diambil dan prediksi masa depan yang bagaimana, semua tertutup karena melewatkan kejadian yang dilalui.
         Begitu juga kita membicarakan PMII, membicarakan masalah yang dihadapi masa kini saja tidak cukup, jika kita ingin memaknai dinamika dan perjalanan PMII di masa depan. Apalagi mengukur sejarah emas PMII untuk generasi penerus kita. Tentunya keterlibatan dari berbagai elemen dan sub sistem yang ada menjdi keharusan. Merancang warna apa PMII ke depan itu tergantung bagaimana kita mampu mensyiasati kekayaan sejarah masa lalu, kini dan yang akan terjadi dan yang dimungkinkan bisa terjadi.
            Perjalanan PMII dalam lintasan sejarahnya, tidak bisa dilepaskan begitu saja dari keterkaitan organisasi induk yang memberikannya. Dalam hal ini, NU mempunyai peranan besar dalam mencetuskan ide, semangat dan kerangka organisasi yang terbentuk. Include di dalamnya asas dan sifat keorganisasian.
         Deskripsi hubungan NU-PMII yang sudah berjalan kurang lebih 36 tahun dapat dibahasakan secara sederhana: Masa Underbow (Dependen, 1960-1973), Masa (Independen, 1973-1991), dan Masa Interdependensi (1991-sekarang). Itulah hubungan formal PMII-NU.

A.    KRONOLOGI BERDIRINYA PMII
Hasrat untuk mendirikan Organisasi Mahasiswa di kalangan NU sebenarnya sudah lama menjadi impian. Hal ini, terbukti dengan terbentuknya IMANU (Ikatan Mahasiswa NU) yang dibentuk pada Desember 1955 di Jakarta. Namun, organisasi ini tak mampu bertahan lama. Berdirinya organisasi ini ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dengan berbagai pertimbangan:
1.      IPNU baru dibentuk pada 24 Februari 1954,
2.      Para penggerak IPNU banyak mahasiswanya, dikhawatirkan mereka meninggalkan IPNU dan aktif di IMANU,
3.      IPNU baru saja berhasil menggalang persatuan dan perpaduan pelajar-pelajar dari Sekolah Umum, Madrasah, Pesantren, dan Mahasiswa dalam satu organisasi. Merupakan hal penting dalam pembinaan umat, yang mana sejak dulu merupakan kekuatan terpisah dan saling menjauh. Bangunan yang baru saja dibangun ini dikhawatirkan akan hancur lagi,
4.      Jumlah mahsiswa NU masih sedikit belum saatnya mendirikan organisasi khusus mahasiswa,
5.      Ketua PB NU sendiri menolak berdirinya IMANU. Sejak saat itulah IMANU tak terdengar lagi dibicarakan.

Namun, hasrat untuk mendirikan sebuah organisasi bagi mahasiswa NU ini, masih merupakan api dalam sekam. Dalam Muktamar ke- II IPNU 1-5 Januari 1957 di Pekalongan, perlu tidaknya didirikan suatu organisasi kemahasiswaan tetap dibicarakan.
Atas pertimbangan yang logis dan obyektif, desakan dari mahasiswa NU yang duduk di PT, Univesitas, dan Akademi akan organisasi khusus bagi mahasiswa, maka, pada Muktamar ke III IPNU 27-31 Desember 1958 di Cirebon, dibentuklah Departemen Perguruan Tinggi sebagai alat bagi pengurus yang duduk di Perguruan Tinggi.
Dalam perkembangan berikutnya, karena praktis departemen yang baru dibentuk tak dapat menjadi alat yang kongkret bagi mahasiswa NU yang memang alam dan kepentingan sudah berbeda dengan pelajar, tanggung jawab berbeda, maka dalam Konferensi Besar IPNU I 14-17 Maret 1960 di Kaliurang Yogyakarta, dibentuk 13 orang panitia sponsor yang akan ditunjuk menyiapkan Musyawarah NU se-Indonesia. Ketiga belas orang itu adalah:

1.      Mewakili Jakarta; A. Khalid Mawardi, M. Said Budari, M.Shobic Ubaid,
2.      Mewakili Bandung; M. Makmun Sukri BA, Hilman Badruddin Syah,
3.      Mewakili Yogyakarta; H. Ismail Makki, Munsif Nachrawi,
4.      Mewakili Semarang; A. Wahab Jaelani,
5.      Mewakili Surakarta; Nuril Huda Suadi, Laily Masnyur,
6.      Mewakili Surabaya; Hisbullah Huda,
7.      Mewakili Malang; M. Khalid Marbukha,
8.      Mewakili Makasar; Ahmad Husein.




Atas keuletan mereka inilah, berhasil mengadakan Musyawarah Nasional (MUNAS) Mahasiswa NU 14-16 April 1960 di Surabaya, yang dihadiri oleh wakil-wakil Sekolah Muslimat NU Wonokromo, Jakarta, Semarang, Malang, Surabaya, Senat-senat Mahasiswa dan Perguruan Tinggi NU. Atas dasar pertimbangan; pentingnya organisasi bagi mahasiswa untuk kepentingan mahasiswa, dan perjuangan politik, beridirilah PMII sebagai follow up Departemen Perguruan Tinggi IPNU. Pada musyawarah itu disusun pula peraturan PMII, program kerja, dan menunjuk H. Mahbub Junaedi (tak hadir) sebagai Ketua Umum, A. Khalid Mawardi (Ketua I), Said Budairi (Sekertaris Umum), dan orang-orang inilah yang menyusun kepengurusan selengkapnya.
Berlakunya peraturan dasar dimulai pada 17 April 1960 pada resepsi diproklamirkannya Hari Lahir PMII di Balai Pemida Surabaya. Acara dan momen ini mendapat perhatian besar dari masa mahasiswa, senat mahasiswa, organisasi ekstra, dan intra universitas serta wakil-wakil golongan politik.

B.  KETEGANGAN POLITIK (MASA DEPENDEN PMII)
Pada awalnya memang banyak delegasi yang mengusulkan nama-nama sebagai pertimbangan, seperti dari Yogyakarta mengusulkan HMA (Himpunan Mahasiswa Ahlussunnah), Jakarta mengusulkan IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama), kemudian Bandung, Surabaya dan Surakarta mengusulkan PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia). Dan nama yang terakhir inilah yang akhirnya menjadi kesepakatan. Alasan dipilihnya nama PMII, dianggap mewakili;
1.      Pola mahasiswa yang diliputi pemikiran inisiatif bebas,
2.      Memanifestasikan nasionalisme sebagai semangat kebangsaan.

PMII lahir atas dasar tuntutan sejarah, pekembangan pelajar dan mahasiswa NU. Bedirinya PMII karena dipandang waktunya telah tiba dan kepentingan sangat mendesak untuk berdiri sebagai organisasi sendiri, berdirinya PMII bukan untuk menyaingi organisasi Islam yang lainnya.
Sudah alamiah bila kelahirann sesuatu yang baru itu melahirkan sikap pro dan kontra. Begitu juga kelahiran PMII, yang suka dia yang bijak dan mengerti posisi dan peranan yang harus diambil umat Islam dalam menyelesaikan revolusi nasional berdasarkan Pancasila. Sementara yang tak suka mereka yang mulut membela umat tapi dalam perbuatan mereka mereaksi umat. Macam-macam intimidasi (penyudutan) dan pertanyaan dilemparkan kemuka Pergerakan ini waktu itu. Semisal, untuk apa PMII didirikan? Apa itu bukan pekerjaan separatis? Memecah belah persatuan mahasiswa Islam? Apa itu bukan suatu pekerjaan yang dibakar emosional tetapi tak realistis? Bukan mahasiswa itu cerdas dan bijaksana? Itu sebaiknya menjadi milik umat Islam saja, bukan tak perlu menjadi milik partai politik! Begitulah pertanyaan-pertanyaan waktu itu.
Menanggapi intimidasi seperti itu, PMII menjawab dengan cerdas dan tegas. Bahwa PMII berkata kepada mereka semua yang menentang berdirinya, yang mentololkan mahasiswa berpolitik dan berpartai merasa diganggu asyik mansyuknya memimpin umat. Bahwa anggapan dan pendirian mereka berbeda dengan PMII. Berdirinya PMII bukan untuk memecah belah umat Islam, akan tetapi adalah tuntutan sejarah dan melalui proses perkembangan sejarah NU. Organisasi yang mampu meresponi aspirasi dan kepentingan warga yang selama ini tak terpenuhi di organisasi lain yang ada.
PMII pun berpendirian bahwa mahasiswa harus lebih berpolitik dari siapapun, harus jelas dimana tempat tegaknya, harus berpartisipasi kongkret dengan kegiatan politik. Oleh karena itu politik menentukan hitam-putihnya perjalanan suatu bangsa. Baik dalam sikap maupun dalam kehidupan. Bisakah PMII lepas dari setting politik? Mungkin bias, tetapi serasa ada sesuatu yang hilang. Karena organisasi dan politik bagaikan dua sisi mata uang yang berbeda tetapi keduanya saling melengkapi. Mahasiswa harus mempunyai sikap yang tegas, mahasiswa bukan juri dan bukan mandor dalam revolusi ini. Melainkan eksponen yang positif untuk Tuhan, Bangsa, dan Revolusi. Dengan berdiri di barisan NU di atas landasan Islam Ahlu Sunnah Wal Jama’ah berjalan terus berkembang dan memperkokoh diri. Lantas bagaimana peran politik PMII pasca Muktamar NU Situbodo 1984? Bagaimana politik mahasiswa kini?

1.      Independensi: Free Stage Adventure
Setelah PMII menjalani perhelakan akbar kurang lebih 12 tahun, menapaki perjuangannya PMII ditantang untuk mengambil sikap berani menentukan kebijakan, urusan dan aturan rumah tangga sendiri, lepas dari keterkaitan NU sebagai induknya. Puncaknya pada Deklarasi Munarjati 1972 di Ciloto dikumandangkan manifest independensi PMII. Adapun ikhwal motivasi indepedensi ini:
a)      Merupakan proses rekayasa PMII dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini bertujuan agar eksistensi PMII diakui dalam skala nasional. Satu bukti usaha ini, lahirnya KNPI bersama kelompok Cipayung (KAMI, HMI, PMKRI, GMNI).
b)     Mahasiswa sebagai insan akademis harus menentukan sikap. Ukurannya adalah objektifitas dalam menentukan ilmu, cinta kebenaran dan keadilan.
c)      PMII merasa canggung jika melihat masalah nasional karena harus selalu melihat dan memperhatikan induknya.
d)     Secara politis ada bargaining antara tokoh PMII (Said Budairi, M. Zamroni, Abdul Padare) dengan pemerintah (Ali Murtopo).
e)      Untuk mengembangkan ideologi. Tahap baru memperjuangkan urusan sendiri. Sebab AD/ART (Asas Islam Aswaja) yang tidak lagi dibatasi secara formal oleh madzhab empat. Dengan demikian PMII bias berkembang di PT Umum/PT Agama.
f)       Untuk mengembangkan sikap kreatif, keterbukaan dalam sikap dan dinamika Pergerakan.

2.      Masa Interdependensi: Sebuah Pijakan Baru
Inilah keputusan ketetapan Kongres PMII ke-10 tahun 1991 di Jakarta yang mengembalikan PMII dari petualangan panjang. Kembali bergalut di haribaan. Dengan sikap independensi yang sudah berkibar sejak 1973 ternyata belum mampu membawa dan mengantarkan kemandirian PMII secara total. Dalam membangun memang tak pernah bisa lepas dari tiga aspek asas; 1. Material Investment; 2. Human Skill Investment; 3. Moral Human Investment. Dan sementara ini semua selalu terikat dengan NU, maka keputusan inilah yang menjadikan lahirnya keputusan interdependensi. Interdependensi yang dimaksud adalah tetap menjadi organisasi di luar NU tapi memperjuangkan nilai-nilai dan tujuan NU.

C.    MAKNA FILOSOFI PMII
Dari namanya PMII disusun dari 4 kata yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”.
Makna “Pergerakan” yang terkandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas kekholifahannya.
Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dinamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggungjawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggungjawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara.
“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan haluan atau paradigma Ahlu Sunnah wal Jama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara Iman, Islam dan Ihsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integrative. Islam terbuka, progresif dan transformative demikian plat-form PMII, yaitu Islam yang terbuka, menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan. Keberbedaan adalah suatu rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu dengan yang lainnya demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab (civilized).
Sedangkan pengertian “Indonesia” adalah Masyarakat, Bangsa, dan Negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD ’45.


D.    TUJUAN DIDIRIKANNYA PMII
Secara totalitas PMII sebagai suatu organisasi merupakan suatu gerakan yang bertujuan merubah kondisi sosial di Indonesia yang dinilai tidak adil, terutama dalam tatanan kehidupan sosial. Selain itu juga melestarikan perbedaan sebagai ajang dialog dan aktualisasi diri, menjunjung tinggi pluralitas, dan menghormati kedaulatan masing-masing kelompok dan individu.
Dalam lingkup yang lebih kecil PMII mencoba menciptakan kader yang memiliki pandangan yang luas dalam menghadapi realita sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Memiliki pemahaman yang komprehensif tentang berbagai macam paham pemikiran yang digunakan dalam menganalisa realitas yang ada, sehingga diharapkan seorang kader akan mampu memposisikan diri secara kritis dan tidak terhegemoni oleh suatu paham atau ideologi yang dogmatis.

E.     LANDASAN TEOLOGIS DAN FILOSOFIS PMII
Landasan filosofis dan teologis PMII sebenarnya tergali dalam rumusan NDP (Nilai Dasar Pergerakan) dan turunannya ke bawah. Artinya bahwa NDP dibangun atas dasar dua sublimasi besar yaitu ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an.
Sublimasi ke-Islam-an berpijak dari kerangka paradigmatic bahwa Islam memiliki kerangka besar yang universal, transendental, trans-historis dan bahkan trans-personal. Universalisme atau fariasi-fariasi identitas Islam lainnya yang dimaksud bermuara pada satu gagasan besar, bagaimana membangun masyarakat yang berkeadilan.
Namun, harus disadari bahwa sungguhpun Islam memiliki universalisme atau yang lainnya, ia pun juga menampakkan diri sebagai entitas dengan identitas sangat cultural, antropologis, historis, sosiologis, dan bahkan politis.
Dua gambaran tentang Islam yang paradoks – atau minimal kontra produktif dan bahkan saling berbinary opposition – menghadapkan believer pada tingkat minimal untuk melakukan human exercise bagaimana Islam dalam identitas besar, Rahmatan Lil Alamain.
Dari sini, mengharuskan PMII untuk mengambil inisiatif dengan menempatkan Islam sebagai suatu sublimasi identitas kelembagaan. Ini berarti, PMII menempatkan Islam sebagai landasan teologis untuk dengan tetap meyakini universalitas, trans-historis, dan bahkan trans-personalnya. Lebih dari itu, keyakinan teologis tersebut tidak semata-mata ditempatkan sebagai landasan normatifnya, melainkan disertai upaya bagaimana Islam teologis itu mampu menunjukkan dirinya dalam dunia riil. Ini berarti, PMII akan selalu menempatkan Islam sebagai landasan normative yang akan selalu hadir dalam setiap gerakan-gerakan sosial dan keagamaan yang dimilikinya.
Selain itu PMII sebagai konstruksi besar juga begitu menyadari bahwa ia tidaklah hadir dalam ruang hampa, kosong, berada di awang-awang, dan jauh dari latar sosial bahkan politik. Tetapi, ia justru hadir dan berdiam diri dalam satu ruang identitas besar, Indonesia dengan berbagai kemajemukan watak kulturalnya, sosiologis, dan hingga antropologis. Oleh karena itu, identitas diri yang tak terpisahkan dengan identitas besar Indonesia mengharuskan PMII selalu menempatkan identitas besar itu menjadi salah satu sublimasi selain ke-Islam-an.
Penempatan itu berarti menempatkan PMII sebagai institusi besar yang harus melakukan pembacaan terhadap lingkungan besarnya, “Indonesia”. Hal ini dalam rangka membangun aksi-aksi social, kemasyarakatan, dan kebangsaan yang selalu relevan, realistik, dan transformatik.
Dua penjelasan kaitannya dengan landasan sublimatik PMII di atas, dapat ditarik ke dalam konstruksi besar bahwa PMII dalam setiap gerakan dan institusionalnya tetap menghadirkan identitas teologisnya, identitas Islam. Tetapi, lebih dari itu, landasan teologis Islam justru dihadirkan bukan hanya sebatas dalam bentuk pengaminan secara verbal dan normative, melainkan bagaimana landasan teologis ini menjadi transformable dalam setiap gerakan dan aksi-aksi institusionalnya. Dengan begitu, mau tidak mau PMII harus mempertimbangkan tempat dimana ia lahir, berkembang, dan melakukan eksistensi diri, tepatnya ruang ke-Indonesia-an. Yang berarti, secara kelembagaan PMII harus selalu mempertimbangkan gambaran utuh konstruksi besar Indonesia dalam membangun setiap aksi-aksi kelembagaannya.
Endingnya, proses yang rumit transformasi landasan teologis Islam dan konstruksi besar ke-Indonesia-an sebagai medium pembacaan objektifnya, maka akan muncul citra diri kader atau citra diri institusi yang ulil albab. Citra diri yang tidak hanya semata-mata menampilkan diri secara personal sebagai manusia yang beriman yang normative dan verbal, melainkan juga sebagai believer kreatif dan membumi kontekstual. Citra diri personal ini secara langsung akan mewujudkan PMII secara kelembagaan sebagai entitas besar yang juga ulil albab.

F.      IDENTITAS DAN CITRA DIRI PMII
Pada hakikatnya identitas ini ditujukan bagi individu yang telah memenuhi kualitas-kualitas tertentu. Seperti apakah mereka? Jawabannya dapat kita simak dalam Tujuan PMII. Tujuan PMII menegaskan bahwa PMII didirikan untuk membentuk sebuah pribadi yang dengan segala kapasitas pribadinya yang terasah, kemudian mengarahkan semua kualitas pribadinya bagi kepentingan masyarakat dan bangsa. Seperti tertuang dalam BAB IV AD PMII, bahwa identitas PMII adalah:

1.      Bertaqwa kepada Allah SWT,
2.      Berbud Luhur,
3.      Berilmu,
4.      Cakap,
5.      Bertanggung jawab mengamalkan ilmunya, dan
6.      Komitmen memperjuangkan nilai-nilai kemerdekaan Indonesia

PMII memproyeksikan pengkaderannya untuk meraih 6 (enam) kualitas di atas. Lalu apa nama pendek bagi 6 (enam) kualitas di atas? Atau, apa nama pendek bagi “pribadi Muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia”? Nama pendek itu adalah Kader Ulul Albab. Dengan kata lain, ketika kita menyebut Kader Ulul Albab, pada saat yang sama kita tengah meresapi 6 (enam) kualitas kader PMII di atas. Itulah yang disebut sebagai citra diri atau PROFIL/IDENTITAS KADER PMII.
Namun nama itu memiliki kandungan yang lebih dalam dan luas dari 6 (enam) kualitas di atas. Kedalaman itu dapat difahami dan direnungkan di ayat-ayat darimana sumber nama itu berasal. Maka untuk mencapai kualitas di atas, setiap individu Anggota PMII wajib memahami dan merenungkan 15 rangkaian Ayat Suci Al-Qur’an yang menjelaskan dan mengilustrasikan bagaimanakah Kader Ulul Albab itu.
Ayat-Ayat yang mengandung nama Ulul Albab adalah sebagai berikut:
Q.S.Al-Baqarah
(2: 197)
Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya. Berbekallah, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.  Dan bertaqwalah kepada-Ku wahai Ulul Albab!
Q.S.Al-Baqarah
(2: 269)

Allah menganugerahkan hikmah kepada siapa yang Dia Kehendaki. Barang siapa yang dianugerahi hikmah, sungguh-sungguh ia telah dilimpahi karunia yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali Ulul Albab.
Q.S. Ali-Imran
(3: 190, 191)

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi Ulul Albab. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari adzab neraka”.
Q.S. Al-Mai’dah
(5: 99, 100)

Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan (amanat Allah), dan Allah Mengetahui apa yang kamu tampakkan dan apa yang kamu sembunyikan. Katakanlah (Muhammad), “Tidaklah sama (antara) yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya keburukan itu menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah wahai Ulul Albab.”
Q.S. Al-Ra’du
(13: 19, 20)

Maka apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang Diturunkan Tuhan kepadamu adalah kebenaran, sama dengan orang yang buta? Hanya Ulul Albab saja yang dapat mengambil pelajaran, (yaitu) orang yang memenuhi janji Allah dan tidak melanggar perjanjian.




Q.S. Ibrahim
(14: 52)

(Al Qur’an) ini adalah penjelasan (yang sempurna) bagi manusia, agar mereka diberi peringatan dengannya, agar mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar Ulul Albab mengambil pelajaran.
Q.S. Shaad
(38: 29)

Kitab (Al Qur’an) yang Kami Turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar Ulul Albab mendapat pelajaran.
Q.S. Shaad
(38: 43)

Dan Kami Anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan Kami Lipatgandakan jumlah mereka, sebagai rahmat dari kami dan pelajaran bagi Ulul Albab.
Q.S. Az-Zumar
(39: 9)

(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya Ulul Albab yang dapat menerima pelajaran.
Q.S. Az-Zumar
(39: 21)

Apakah engkau tidak memperhatikan bahwa Allah menurunkan air dari langit, lalu diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi, kemudian dengan air itu ditumbuhkan-Nya tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, kemudian menjadi kering, lalu engkau melihatnya kekuning-kuningan, kemudian Dijadikan-Nya hancur berderai. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi Ulul Albab.
Q.S. Al-Mu’min
(40: 53, 54, 55)

Dan sungguh, Kami telah Memberikan petunjuk kepada Musa; dan Mewariskan Kitab (Taurat) kepada Bani Israil, untuk menjadi petunjuk dan peringatan bagi Ulul Albab. Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampun untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhan-mu pada waktu petang dan pagi.






Dari ayat-ayat di atas dapat ditangkap beberapa gambaran tentang manusia Ulul Albab sebagai berikut:
1.    Manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT
Manusia yang bertaqwa kepada Allah tidak memiliki rasa takut kepada selain-Nya. Maka dalam pikiran, perasaan dan tindakan, manusia yang bertaqwa sesungguhnya merdeka dari rasa takut. Satu-satunya yang ia takuti hanya Allah. Rasa takut muncul karena khawatir melanggar Kehendak-Nya (Q.S. Al-Baqarah:179, 197, Al-Maidah:99-100, At-Talaq:8, 9, 10, 11).
2.    Manusia yang beriman
Manusia yang beriman tidak memiliki keraguan dan memelihara kebingungan dalam berproses dan hidup sehari-hari. Keyakinannya terhadap Allah SWT mengatasi keraguan yang membiaskan pandangannya dari kenyataan dan tantangan duniawi. Maka dalam pikiran, perasaan dan tindakan, manusia yang beriman sesungguhnya merdeka dari rasa ragu. Satu-satunya keraguan adalah keraguan apakah pikiran, perasaan dan tindakannya telah melanggar Keyakinannya kepada Allah SWT.  (Q.S. At-Talaq:8, 9, 10, 11).
3.    Manusia yang selalu mengingat Allah SWT di setiap saat
Yakni manusia yang menjadikan dzikir sebagai nafas sehari-harinya. Mengingat Allah SWT adalah mengakui dan mengikatkan diri pada Keabadian, kepada Yang Maha Kuasa, dan kepada Yang Maha Menciptakan. Keterikatan hati manusia semacam itu adalah hanya kepadaNya. Bukan kepada apa yang ia duduki dan yang ia inginkan. Maka tidak ada rasa kehilangan apabila perubahan memaksanya untuk bergeser, dan tidak ada rasa ragu apabila perubahan memintanya untuk bertindak. (Q.S.  Ali-Imran:190, 191).
4.    Manusia yang setia dengan Janji Allah SWT dan tidak melanggar perjanjian dengan-Nya
Manusia yang setia dengan Janji Allah SWT dan tidak melanggar perjanjian denganNya adalah manusia yang hanya berharap dan meminta kepadaNya. Sementara dia melakukan secara total apa yang dia harus lakukan sebagai manusia, sebagai hamba (‘abdullah) sekaligus sebagai khalifah (khalifatullah), ia melepaskan harapan dan ketergantungan dari apa yang dia lakukan. Semua kembali diserahkan kepadaNya. Maka manusia yang setia tidak merasa kecewa atas urusan duniawi dan senantiasa menatap kenyataan dengan optimis. (Q.S. Al-Ra’du:19 – 20).
5.    Manusia yang mengambil pelajaran dari sejarah umat manusia, perjalanan alam semesta dan dari ayat-ayatNya
Manusia yang mengambil pelajaran ialah manusia yang menatap kenyataan secara kompleks, secara keseluruhan, secara komprehensif. Ia membaca bagaimana bangsa-bangsa terdahulu tumbang dan berdiri dan mengambil pelajaran dari itu. Ia juga mengamati bagaimana semesta berjalan, menjalankan hukum-hukumNya yang berlaku pula bagi manusia dan mengambil hikmah dari semua itu. Manusia semacam itu peka dan tidak berhenti dalam memahami apa yang disampaikanNya dalam Kitab Suci dan pada alam semesta. Manusia yang mengambil pelajaran senantiasa hati-hati dan awas terhadap kenyataan, sebagai panduan mereka untuk menjalani kehidupan. (Q.S. al-Baqarah:269,  Ali-Imran:7-8, Al-Ra’du:19-20, Ibrahim:52, Shaad:29, Shaad:43, Az-Zumar:9, Az-Zumar:21, Al-Mu’min:53-55).

Dari ayat-ayat di atas dan penjabarannya dalam lima butir tersebut tergambar bahwa Kader Ulul Albab bukanlah sosok pasif yang menyerah pada keadaan. Ia juga bukan sosok yang akan berpikir dan bertindak dengan sembarangan. Iman-Taqwa dan pengetahuan mutlak dimiliki Kader Ulul Albab. Dari keduanya, Kader Ulul Albab dituntut untuk menguasai kemampuan khusus, cakap dan terampil, sehingga dia mampu menjalankan  peran dan tugasnya sebagai manusia di tengah kenyataan bangsanya. 

G.    SEPUTAR IDEOLOGI PMII
Pada paruh kedua abad kemarin dan gaungnya hingga hari ini digarahi oleh kelompok intelektual ‘kiri’ Eropa yang mendasari New-Left Movement yang terkenal itu, sebut saja; kelompok Madzhab Frankturt, TW Adorno, Jugen Habermas bahwa perdebatan mengenai ideologi masih mempunyai ruang, terlebih ideology menuai kritik dan evaluasi terhadapnya. Kritik itu seputar perannya, sebagai ‘wadah’ atau ‘tempat’ kebenaran atau bahkan sebagai ‘sumber’ kebenaran itu sendiri, yang di satu sisi dinilai sebagai pencerah umat tetapi di sisi lain sebagai alat hegemoni umat.
Ideologi memang dianggap sebagai landasan kebenaran yang paling fundamental (mendasar) maka dari itu tidak terlalu salah bila disebut sumber kebenaran sebagai ruh dari operasi praksis kehidupan. Tetapi dalam prosesnya kemudian ideology ‘ada’ tidak bebas dari kepentingan-prinsip pengadaan; sesuatu materi diciptakan/diadakan pasti punya dari maksud dan tujuan, ironisnya kepentingan yang ada awalnya untuk kebaikan sesama tanpa ada pengistimewaan/pengklasifikasian kemudian berubah menjadi milik segolongan tertentu. Hasilnya ideologi menjadi tameng kebenaran umat tertentu, digunakan untuk tujuan-tujuan yang tidak selayaknya, tujuan ‘hanya kekuasaan’ misalnya. Maka dalam konteks ini ideologi mendapat serangan habis-habisan. Tanpa bermaksud memutus perdebatan sosiologi pengetahuan seperti di atas. Ideologi akan tetap memiliki umat, ideologi masih memiliki pengikut tatkala ia masih rasional masih kontekstual tidak pilih kasih (diskrimatif) tidak menindas sehingga layak dijadikan sumber kebenaran, ketika peran itu masih melekat niscaya ideologi masih diperlukan.
Dibawa dalam ranah PMII, ideologi PMII digali dari sumbernya yang ada pada pembicaraan sebelumnya disebut sebagai identitas PMII yaitu ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an. Sublimasi atau perpaduan antara dua unsur di atas menjadi rumusan materi yang terkandung dalam NDP (Nilai Dasar Pergerakan) PMII, semacam qonum azasi di PMII atau itu tadi yang disebut Ideologi. NDP berisi rumusan ketauhidan, penyakinan, kita terhadap Tuhan. Bentuk pengyakinan itu terletak dari pola relasi/hubungan antar komponen di alam ini, pola antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara Tuhan dan Manusia, antar Manusia dan antara Manusia dengan sekelilingnya.






H.    ARTI LAMBANG DAN BENDERA PMII
1.      https://encrypted-tbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcT1xXU1lCZEeeGsX9ejp1rBUjPjvEMAjG8NodZ3UF9isQYfKHhKLambang PMII









Pencipta lambang PMII : H. Said Budairi

a.      Makna lambang PMII
1)      Bentuk
a)   Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh dari luar.
b)   Bintang adalah perlambang ketinggian dan semangat cita-cita yang selalu memancar.
c)    Lima bintang sebelah atas melambangkan Rosulullah SAW dengan empat Sahabat yang terkemuka (Khulafa Al-Rasyidin).
d)   Empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat madzhab yang berhaluan Ahlu Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah.
e)   Sembilan bintang secara keseluruhan bisa berarti :
Ø Rosullullah SAW dengan empat orang sahabatnya serta empat orang imam madzhab itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, memiliki kedudukan yang tinggi dan penerang umat manusia.
Ø Sembilan bintang juga menggambarkan Sembilan orang pemuka penyebar Agam Islam di Indonesia yang disebut dengan Wali Sanga.

2)      Warna
a)      Biru, sebagaimana tulisan PMII, berarti kedalaman Ilmu Pengetahuan yang harus dimiliki dan harus digali oleh warga Pergerakan, Biru juga menggambarkan lautan Indonesia dan merupakan kesatuan Wawasan Nusantara.
b)     Biru Muda, sebagaimana dasar perisai sebelah bawah berarti ketinggian Ilmu Pengetahuan, budi pekerti dan taqwa.
c)      Kuning, sebagaimana perisai sebelah atas berarti identitas mahasiswa yang menjadi sifat dasar Pergerakan, lambang kebesaran dan semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan.

b.     Penggunaan
1)      Lambang PMII digunakan pada papan nama, bendera, kop surat, stempel, badge, jaket, kartu anggota, dan benda atau tempat lain yang tujuannya untuk menunjukkan identitas organisasi.
2)      Ukuran lambang PMII disesuaikan dengan wadah penggunaannya.

2.      Bendera PMII
a.      Pencipta bendera PMII adalah Shaimory
b.      Ukuran bendera PMII: panjang dan lebar (4X3)
c.       Warna dasar bendera PMII adalah kuning
d.     Isi bendera PMII adalah antara lain:
1)   Lambang PMII yang terletak di bagian tengah
2)   Tulisan PMII yang terletak di sebelah kiri lambang membujur ke bawah.
e.      Bendera PMII biasa digunakan pada upacara-upcara resmi organisasi baik intern maupun ekstern dan upacara nasional.

3.      POSISI STRATEGIS PMII
Menurut Abdurrohman Wahid (Gus Dur) ada delapan kelompok strategis yang mampu mempengaruhi proses perjalanan bangsa, yaitu: ABRI (sekarang TNI dan Polri), Birokrasi, Orpol, Ormas, LSM, Pengusaha, Pers, dan Intelektual Kampus. Post-post itulah yang harus dicermati dan berani mengambil keputusan  “outsward looking” (tak sekedar memikirkan persoalan intern organisasi). Dari arah sinilah nantinya kader PMII tak terjebak dalam ekslusivisme, tetapi lebih mampu bersikap inklusif dan mau bertempat dimana saja yang bisa memberikan kemungkinan tumbuh dengan baik. Disinilah pentingnya post-post itu, sehingga kader-kader PMII diorientasikan ke arah sana. Pada akhirnya kader tak terjebak pada masalah ke-Ormas-an saja.
Beberapa gambaran Aktifis  PMII dalam konstalasi politik dapat dilihat sebagai beriktut:
1.      Mahbub junaidi, Mantan Ketua PMII periode pertama, karirnya pernah menjadi ketua umum PWI, Pimpinan Harian Duta Masyarakat, Anggota DPR/MPR 1971-1982, Anggota DPR-GR 1967-1971, Sekjen DPP PPP, PBNU dan lain-lain.
2.      Zamroni, Mantan Ketua periode 1967-1970. Pernah menjadi Anggota DPR-GR 1967-1971, DPR-RI 1971-1987, Ketua I DPP PPP, Wakil Sekjen PBNU dll.
3.      Abduh Padare, Mantan Ketua PMII, pernah menjadi Anggota MPR 1977-1982, DPR-PR 1983-1987, Wakil Sekjen DPP PPP dll.
4.      Tokoh-tokoh yang merintis karir konglomerat antara lain: Muhyidin Arubusman, Surya Darma Ali, Ahmad Bagja, dll.
5.      Tokoh-tokoh kampus dari UI antara lain: Dr. Fahmi Syarifudin, M.Ph; Rosyid Munir, Sc, M. Sc (Ahli Demografi), Bakhrawi Sanusi SE (Pengamat Minyak); Dr. Tubagus Roni Nitibaskara (Pakar Santet). Dari UGM antara lain: Dr, Miftah Toha (Pakar Politik), Fajrul Falah, SH, MH (Pakar Hukum). Dari UNHAS antara lain : Dr. Sinansari Ecip (Pakar Pers) Ketua Pemred Republika. Dari UNPAD antra lain: Prof. Dr. Cecep Syarifudin (Pakar Politik Luar Negeri). Dari UNAIR antara lain: Dr. Abu Amar (Pakar Kesehatan Laut), Kacun Marijan (Pakar Politik Muda).
6.      LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), antara lain: MM, Billah, Masdar Farid, Masudi, Nasihan, Hasan, Said Budairi, Arif Mudasir, Enceng Sobirin, dll.
7.      Di legislatif kader PMII tak diragukan lagi, antara lain: di FKP : Dr. Saihul Hadi Permono, Dr. Bisri Afandi, dan Drs. Slamet Efendi Yusuf. Di PKB, PDI P muncul dan PPP tak terhitung jumlahnya. Sebut saja Matori Abdul Jalil, Hamzah Haz, Sulaiman Fadli, Muhaimin Iskandar, Nadli; Muhammad, MA dan Dr. Muchsin, SH .
8.      Adapula nama-nama Dokter hewan : Ikbal Asegaf, Ali Maksur, dan Sida Rohman.
9.      Saat ini di Pemerintahannya Presiden Joko Widodo (Jokowi) terdapat nama-nama kader PMII sebut saja: Khofifah Indar Parawansa (Menteri Sosial), Marwan Ja’far (Menteri PDT dan Transmigrasi), M. Hanif Dhakiri (Menteri Ketenagakerjaan), Imam Nahrawi (Menteri Pemuda dan Olahraga), Prof. M. Natsir (Menteri Ristek dan Dikti), dan H. Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama).

Itu sekilas gambaran tokoh-tokoh yang berhasil menempati posisi-posisi strategis. Hal ini bisa lebih jika PMII ingin memperjuangkannya. Hanya saja, kita juga harus sabar menunggu kemunculan mereka yang lain ke permukaan karena belum ada kesempatan mengingat usia PMII masih 54 tahun. Masih cukup muda untuk ukuran mencetak kader runtutan kader yang superior. Persoalan sekarang, apakah kader PMII sanggup bersaing memegang peran dalam 9 pos strategis dimasa-masa yang akan datang? jawabannya, meyakinkan “bisa”. Persoalan tergantung mulai hari ini, sanggupkah kita berbuat banyak?.


Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Do'a

Adalah Engkau

Yang beri kekuatan

Sekaligus menghujamku

Dengan Qodo dan Qodar-Mu

Tuhan..............

Engkau ku percaya

Menjawab setiap do’a yang ku panjatkan

Ku menyanjung-Mu dengan butiran-butiran dzikirku

Kau tak goyah dengan Qodo-Mu

Ku merengek dengan untaian Wiridku

Kau terlampau tentukan Qadar-Mu

Ku serapi setiap lantunan ayat-ayat-Mu

Kau hanya beri aku harapan

Ku berontak dalam puji-puji doa’ku

Kau hanya menatapku dingin dengan ke-Maha Besaran-Mu

Ku menangis dan memaksamu dalam sujudku

Kau tertawa dengan segala ke-Maha Agungan-Mu

Apa mau-Mu Tuhan?

Aku yakin

Kau jawab “YA”, Kau beri yang aku minta

Kau jawab “TIDAK”, Kau akan berikan yang lebih baik

Kau jawab “TUNGGU” Kau akan beri yang terbaik

Untukku..........

Dengan keterbatasanku

Hanya satu, berikan padaku

“Ridhoilah aku sebagai Hamba-Mu yang terbatas

Wahai ALLAH, Tuhan yang Maha Tak Terbatas”