Oleh: Ayub Al Ansori *)
A. Awal
Berdiri PMII Cirebon
Berdirinya PMII di Cirebon tidak lepas dari
sejarahnya yang berawal dari departemen perguruan tinggi dalam IPNU. Tahun 1958
merupakan tahun bersejarah di Cirebon, bukan saja karena Muktamar III IPNU digelar
di Cirebon, namun juga menjadi tempat bagi embrio yang akan melahirkan PMII.[1] Menurut KH. Ibrahim Rozi, salah seorang
pendiri PMII Cirebon, Muktamar tersebut di gelar di Gedung Bioskop yang sekarang
menjadi Pasar Balong Kota Cirebon. Peserta Muktamar saat itu menginap di
rumah-rumah warga dan hotel di sekitar Kota Cirebon.
Beliau juga sempat menghadiri Muktamar III
IPNU pada tanggal 27 Desember 1958 – 2 Januari 1959 di Cirebon sebagai utusan
dari PW. IPNU Yogyakarta. Selain membahas soal krisis politik dan ekonomi
nasional, pengembangan cabang IPNU masih menjadi prioritas bahasan. Tidak hanya
itu, Ibrahim Rozi juga menjadi saksi sejarah bahwa dalam Muktamar ini betapa
keinginan mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi kemahasiswaan ditubuh NU
begitu tinggi, sehingga muncul gagasan pembentukan departemen perguruan tinggi
sebagai embrio lahirnya PMII.[2]
Pada perjalanannya, KH Ibrahim Rozi lebih
dahulu mendirikan IPNU di Cirebon tahun 1955 bersama teman-temannya. Baru
kemudian pada tahun 60-an bersamaan dengan berdirinya kampus IAIN Cirebon, yang kemudian
menjadi cabang dari IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, Ibrahim Rozi yang saat itu
diberi tugas mencari mahasiswa baru untuk masuk ke IAIN bersama dengan 6 (enam)
orang temannya menggagas dan mendirikan PMII di Cirebon. Mereka yang mendirikan PMII Cirebon
adalah Maksudi Yusuf
(Plered Cirebon), Suaeb Sumpeno (Cirebon),
Umar Labib Irfan (Klayan
Cirebon), Ahmad Sayuti Hasan
(Kebon Baru Cirebon), Ahmad Syahari
Muchsin (Kebon Baru Cirebon), Kistiharno
(KS Tubun Cirebon), dan Ibrahim
Rozy (Plered Cirebon). Dan ditunjuk sebagai Ketua Umum pertama PC. PMII Cirebon adalah H. Umar Labib Irfan, seorang
jurnalis. Kemudian disusul Sueb Sumpeno pada tahun 1962, kemudian Ahmad Sayuti
pada tahun 1964, Ahmad Syahari Muchsin pada tahun 1967, yang tiga tahun
kemudian yaitu tahun 1970 menjadi anggota DPRD Kabupaten Cirebon.[3]
Dalam
ingatan Ibrahim Rozi, pada awal-awal berdirinya PMII, kegiatan-kegiatan PMII
lebih mengarah pada penguatan internal khususnya diskusi-diskusi gerakan
mahasiswa sebagai upaya menambah wawasan keilmuan dan kejelian dalam bernalar
bagi anggota dan kader. Juga kegiatan-kegiatan pelatihan kaderisasi dan
pelatihan-pelatihan kejurnalistikan. Baru kemudian pada masa Sahabat A. Sayuti
dan A. Syahari Muchsin terjadi pergolakan gerakan mahasiswa dengan adanya aksi
yang digelar oleh KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) di Jakarta. Saat itu
Ketua Presidium KAMI adalah Sahabat Zamroni yang juga merupakan Ketua Umum PB
PMII. Ahmad Syahari Muchsin dan A. Sayuti Hasan mewakili PMII Cirebon berangkat
ke Jakarta.
Sementara hubungan PMII dengan NU saat itu cukup erat karena
sebagian pengurus PC. PMII Cirebon merupakan jebolan dari IPNU. Bahkan bisa
dikatakan pendiri PMII Cirebon juga merupakan pendiri IPNU Kabupaten Cirebon.
Terlepas dari itu semua, bagaimanapun PMII saat itu merupakan badan otonom
(banom) NU. Saat
itu di Cirebon belum ada wadah organisasi bagi mahasiswa NU. Dengan berdirinya
PMII, mahasiswa NU begitu antusias ingin mendirikan PMII di Cirebon, termasuk
mahasiswa yang masih tergabung dalam organisasi IPNU Cirebon. Namun demikian
tidak terlalu banyak konflik kepentingan antara PMII dan IPNU saat itu. PMII
dan IPNU masing-masing berjalan sesuai dengan garapan dan bidangnya
masing-masing.
B. PMII Cirebon 2014-2015
(Sebuah Pengalaman dan Catatan)
PC PMII Cirebon Masa Bhakti 2014-2015 resmi dilantik langsung oleh
Ketum PB PMII Sahabat Aminuddin Ma’ruf di Auditorium UNU Cirebon. Sebelum
dilantik sungguh banyak pengalaman yang penulis peroleh dalam mempersiapkan
acara pelantikan tersebut. Dari rapat ke rapat, saling mengenal antar pengurus
baru, makan bersama/bancakan, hingga ke Jakarta mengurus SK naik bus super
cepat yang bernama Luragung.
Penulis juga pernah mengalami
berbagai macam kegiatan di luar Cirebon bersama sahabat-sahabat lain. Sebut
saja agenda Pelatihan Kader lanjut (PKL) di Garut bersama sahabat M Yazidul
Ulum (Ketum PMII Cirebon), Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Regional Jabar
& Banten di Bandung tahun 2015, penulis berangkat bersama Yazid, sahabat
Sahabat Asep Rizky Padhilah (Sekum), dan Sahabati Mar’atus Sholihah (Ketua
KOPRI). Selain itu penulis juga berangkat ke Ambon, Maluku untuk mengikuti
Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas) PMII bersama sahabat Yazid, pernah
juga keliling Jakarta seharian menemui alumni dan narasumber untuk mengisi di
kegiatan PKL PMII Cirebon dan Seminar Nasional.
Sebagai salah satu cabang, PC.
PMII Cirebon tidak dapat melepaskan diri secara penuh dari peraturan-peraturan
dasar yang telah ditetapkan. Ia berkewajiban
menjalankan AD/ART, keputusan kongres, serta peraturan organisasi. Termasuk
peraturan eksistensi cabang yang mensyaratkan paling tidak memiliki dua
komisariat.
PC. PMII Cirebon dalam struktur organisasi berada di bawah PB
(Pengurus Besar) PMII dan PKC (Pengurus Koordinator Cabang) PMII Jawa Barat,
serta membawahi beberapa PK (Pengurus Komisariat) dan PR (Pengurus Rayon). Antara
tahun 2014 hingga awal tahun 2016, PMII Cirebon memiliki beberapa PK dan PR yang
tersebar di 5 (lima) kampus dan 6 (enam) fakultas/jurusan yaitu IAIN Syekh
Nurjati (Komisariat Syekh Nurjati), Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon
(Komisariat Unswagati), STAI Ma’had ‘Ali Cirebon (Komisariat STAIMA), IAI Bunga
Bangsa Cirebon (Komisariat BBC), Universitas Nahdlatul Ulama Cirebon
(Komisariat UNU), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN SNJ Cirebon (Rayon
Pelangi Tarbiyah), Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam IAIN SNJ Cirebon (Rayon
El Farouk), Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah IAIN SNJ Cirebon (Rayon
An-Nahdloh), Fakultas Hukum Unswagati Cirebon (Rayon Cakrabuana), Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unswagati Cirebon (Rayon Literat), dan Jurusan
Tarbiyah STAIMA Cirebon (Rayon Ibnu Rusyd). [4]
Jika melihat perkembangan sebelumnya PMII Cirebon juga memiliki
Komisariat di STIKOM Cirebon dan STID Al Biruni Cirebon. Namun pada
perjalanannya STIKOM harus mengalami kekosongan anggota dan kader. Namun
demikian penulis sendiri saat masih aktif menjadi Ketua Internal PC. PMII
Cirebon masa khidmat 2014-2015, sempat rapat dengan para alumni PMII STIKOM,
yang diantaranya Sahabat M. Syukron, Sahabat Jaka, Sahabati Roziqoh, Sahabat
Andriyono, dan Sahabat Syihabuddin. Saat itu sudah disusun rencana untuk kembali
mengaktifkan komisariat STIKOM. Namun pada realitanya belum sempat terwujud.
Sementara untuk STID Al Biruni mengalami stagnasi, meski
akhir-akhir ini (awal 2016) sudah mulai terlihat semangat dari pengurus dan
anggota PMII di kampus STID Al Biruni. Terlihat dengan kembali disusunnya
kepengurusan Komisariat STID Al Biruni dan akan dilakukannya pelantikan.
Dalam kurun waktu tahun 2014-2016 berdiri PK PMII UNU Cirebon dan PR
PMII FKIP Unswagati Cirebon (Rayon Literat). Juga kembali aktifnya PK PMII IAI
BBC, PK PMII STAIMA Cirebon, PR PMII Tarbiyah STAIMA Cirebon, dan PR PMII FH
Unswagati (Rayon Cakrabuana). Salah satu indikatornya adalah dengan melakukan
gerakan kaderisasi dan regenerasi kepengurusan, lewat Mapaba dan RTK/RTAR.
Masing-masing komisariat dan rayon tersebut secara kelembagaan
berada di bawah cabang. Namun pada fungsinya, cabang tidak secara penuh
mengintervensi komisariat atau rayon, tetapi lebih sekedar sebagai fasilitator
dan mediator rayon atau komisariat.
C. Kaderisasi dan
Pengembangan Anggota
Penerimaan menjadi anggota PMII
dimulai dari tingkat rayon yang notabene merupakan struktur organisasi yang
paling bawah dan bersentuhan langsung dengan kader. Rayon secara langsung
bertanggungjawab terhadap rekrutmen anggota serta pelaksanaan pengaderan awal
PMII. Namun apabila dalam sebuah Komisariat tidak terdapat Rayon maka tugas
rekrutmen anggota menjadi tanggung jawab komisariat tersebut. [5]
Rekrutmen anggota PMII di beberapa
perguruan tinggi (komisariat) di Cirebon diadakan setiap tahun dan ditangani
oleh pengurus rayon atau komisariat. Di beberapa perguruan tinggi, Masa
Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) secara
langsung ditangani oleh rayon. Namun tak jarang pula
secara kolektif dilakukan di komisariat. Bahkan
ada pula yang karena ketidakmampuannya, ditangani secara bekerjasama antara
komisariat dan cabang. Di komisariat IAIN Syekh Nurjati dan Unswagati Cirebon,
misalkan, MAPABA ditangani dan diselenggarakan secara langsung oleh masing-masing rayon. Hal ini dikarenakan
rekrutmen yang dilakukan di masing-masing rayon berhasil
menjaring peserta atas kemampuan yang sudah dimiliki rayon tersebut. Bahkan
beberapa rayon, misalkan Rayon Pelangi Tarbiyah dan Rayon An-Nahdloh, berhasil
melakuakan kaderisasi (MAPABA) dua kali dalam satu periode kepengurusan.
Sementara di perguruan tinggi di
luar IAIN, rekrutmen anggota tidak sebesar IAIN. Sehingga pelaksanaan MAPABA
jarang dilakukan di tingkat rayon, namun secara kolektif dilakukan di
tingkat komisariat atau gabungan rayon. Bahkan ada yang “dititipkan” di MAPABA tempat lain.
Untuk memperlebar sayap organisasi
di perguruan tinggi yang lain, jalur
kultural dianggap efektif. Praktisnya dilakukan
dengan dua cara, yakni membangun kontak person
dengan mahasiswa di perguruan tinggi tersebut dan menitipkannya pada komisariat
atau rayon yang melaksanakan MAPABA. Hal ini
dapat mengembangkan ghirah untuk membentuk
komisariat baru. Anggota yang telah resmi masuk ke PMII praktis terikat dengan
aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh PMII.
Terlebih PMII sendiri merupakan organisasi ideologi yang memegang teguh prinsip-prinsip teologis dan ideologi yang menjadi
pegangannya.
Hingga hari ini berdasarkan data
internal PC. PMII Cirebon, PMII Cirebon kini memiliki 1.109 anggota dan kader
aktif di berbagai komisariat dan rayon PMII Cirebon.[6]
Kita ketahui bersama, kaderisasi
merupakan proses wajib bagi terbentuknya gerakan massif di PMII. Dengan
demikian kaderisasi menjadi sebuah tuntutan yang tidak dapat dipisahkan sama
sekali dari organisasi kaderisasi seperti PMII, dengan berbagai dasar
argumentasinya.
Argumentasi tersebut
adalah sebagai berikut; Pertama, Pewarisan nilai-nilai (argumentasi
idealis), pengaderan ada sebagai media pewarisan nilai-nilai luhur
yang difahami, dihayati dan diacu oleh PMII. Nilai-nilai harus diwariskan
karena salah satu sumber elan-gerak PMII adalah nilai-nilai, seperti
penghormatan terhadap sesama, perjuangan, kasih-sayang. Nilai-nilai tersebut
selain disampaikan melalui materi-materi pengaderan juga ditularkan dalam
pergaulan sehari-hari sesama anggota/kader PMII.
Kedua,
Pemberdayaan anggota (argumentasi strategis), pengaderan
merupakan media bagi anggota dan kader untuk menemukan dan mengasah
potensi-potensi individu yang masih terpendam. Secara lebih luas, pengaderan
merupakan upaya pembebasan individu dari berbagai belenggu yang menyekap
kebebasannya. Sehingga individu dapat lebih terbuka untuk menyatakan diri dan
mengarahkan potensinya bagi tujuan perjuangan.
Ketiga,
Memperbanyak anggota (argumentasi praktis), manusia selalu
membutuhkan orang lain untuk dijadikan teman. Semakin banyak teman semakin
manusia merasa aman dan percaya diri. Hukum demikian berlaku dalam organisasi.
Di samping itu kuantitas anggota sering menjadi indikator keberhasilan
organisasi, meskipun tidak bersifat mutlak. Setidaknya semakin banyak anggota,
maka human resources organisasi semakin besar.
Keempat,
Persaingan antar-kelompok (argumentasi pragmatis), hukum alam
yang berlaku di tengah masyarakat adalah kompetisi. Bahkan teori Charles
Darwin, survival of the fittest, nyaris menjadi kenyataan yang
tidak dapat dielak siapapun. Dalam persaingan di tingkat praktek, cara yang
sehat dan tidak sehat campur aduk dan sulit diperkirakan berlakunya. Melalui pengaderan,
PMII menempa kadernya untuk menjadi lebih baik dan ahli daripada organisasi
yang lain. Dengan harapan utama, apabila (kader) PMII memenangkan persaingan,
kemenangan tersebut membawa kebaikan bersama. Hanya sekali lagi, persaingan itu
sendiri tidak dapat dielakkan. Terakhir atau yang kelima, adalah sebagai mandat
organisasi (argumentasi administratif), regenerasi merupakan bagian
mutlak dalam organisasi, dan regenarasi hanya mungkin terjadi melalui pengaderan.
Tujuan PMII yang termaktub dalam AD/ART Pasal 4 mengharuskan adanya pengaderan.
Melalui pengaderan penggemblengan dan produksi kader dapat sinambung. Oleh
karena menjadi mandat organisasi, maka pengaderan harus selalu diselenggarakan.[7]
Kelima
argumentasi pengaderan di atas tentu sangat ideal. Meski pada perjalannya
banyak sekali rintangan. Rintangan itu menjadi penghalang maju dan suksesya
kaderisasi di PMII khususnya PMII Cirebon. Kita tidak bisa menolak argument
bahwa di PMII banyak sekali orang cerdas. Sehingga seringkali timbul konflik
dari perbedaan pendapat orang-orang cerdas tersebut yang justru kontra
produktif dengan proses kaderisasi.
Dalam pengaderan PMII dikenal tiga
bentuk pengaderan. Pertama, pengaderan formal. Yakni jenjang pengaderan
yang telah ditentukan dalam Peraturan Organisasi (PO). Pengaderan ini
berjenjang mulai MAPABA (Masa Penerimaan Anggota Baru), PKD (Pelatihan kader
Dasar) dan PKL (Pelatihan Kader Lanjut).[8]
Kedua, pengaderan non-formal. Jenis
pengaderan ini dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kader, seperti
pengembangan skill dan lain-lain. Pengaderan ini berangkat dari pemetaan bakat
dan minat kader untuk terjun dalam bidang-bidang tertentu.[9]
Idealnya, jenis-jenis pengaderan
tersebut berjalin berkelanjutan. Dengan harapan kader yang nantinya terbentuk
mempunyai skill memadai serta militan dalam gerakan. Kaderisasi formal menjadi
penting dan utama karena merupakan dasar bagi kader PMII. Dan seterusnya
pengaderan non-formal disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing kader.
Di PMII Cirebon sendiri baik PC,
PK, maupun PR, telah melakukan proses kaderisasi yang disebutkan di atas tadi.
Untuk MAPABA dilaksanakan oleh setiap PR atau PK, untuk PKD dilaksanakan oleh
PK, dan untuk PKL dilaksanakan oleh PC. Begitupun pengaderan non-formal, sudah
banyak dilakukan oleh PC, PK, dan PR di PMII Cirebon.
Sebut saja selama kurun waktu masa
bhakti 2014-2015 telah dilaksanakan sebanyak 12 (dua belas) kali MAPABA oleh PR
dan PK PMII di Cirebon, 1 (satu) kali PKD oleh PK. PMII IAIN SNJ Cirebon, dan 1
(satu) kali PKL oleh PC. PMII Cirebon. Tidak hanya pengaderan formal yang
dilaksanakan oleh PC, PK, dan PR PMII di Cirebon, tetapi juga pengaderan
non-formal, seperti Sekolah Advokasi, Pelatihan Administrasi dan Manajemen
Organisasi, Pelatihan Jurnalistik, Kursus Bahasa Inggris, Pelatihan Karya Tulis
Ilmiah, Sekolah Dasar Kepemimpinan, dan lain sebagainya.[10]
Ini menunjukkan bahwa proses
kaderisasi di PMII tidak sebatas kaderisasi formal, tetapi juga kaderisasi
non-formal sebagai follow up dari kaderisasi formal di PMII. Meski pada
kenyataanya masih banyak kendala dan hambatan pada pelaksanaanya.
D.
Harapan Ke Depan
Bukan organisasi kalau tidak ada masalah, kendala, dan hambatan.
Salah satu masalah yang sering dialami di semua level kepengurusan di PMII
adalah tidak optimalnya kinerja pengurus. Ini merupakan masalah klasik yang
dihadapi organisasi kader semacam PMII, terlebih kader-kadernya masih
menyandang status sebagai mahasiswa
yang dituntut studinya. Belum lagi dihadapkan pada
konflik-konflik internal organisasi. Meski pada hakikatnya konflik tersebut
merupakan cara bagaimana belajar dewasa, belajar menghargai, belajar komunikasi
yang baik, dan belajar mengelola kepemimpinan di PMII.
Dengan
demikian, menurut penulis, PMII Cirebon akan menjadi lebih baik dan solid
ketika pengurus, kader, dan anggotanya bahkan alumninya bisa saling memahami
dan menyadari. Faham dan sadar akan pentingnya komunikasi yang baik, saling
melengkapi, saling menasihati, saling mengkritik yang membangun. Tradisi kritik
itu baik seperti ilmuan terdahulu. Berkat kritik tersebut kita akan sama-sama
menjadi besar dan lebih profesional. Sehingga tidak perlu banyak pertengkaran,
meski banyak perbedaan. Tidak perlu ada dendam meski ada
perselisihan. Tidak perlu saling acuh meski suasana kian mengeruh. Sebagai
kader PMII kita selalu diajarkan saling menghormati. Saling dukung dalam
kepengurusan adalah kunci dari kemajuan dan solidnya organisasi. Di sinilah
pentingnya “Ngopeni Bebaturan, Ngurip-ngurip Seduluran”.
Salah satu
bait Mars PMII “satu barisan dan satu cita, satu angkatan dan satu jiwa”
menegaskan bahwa PMII harus senantiasa solid karena kita -di PMII- adalah
keluarga. Karena kita berada dalam satu cita dan jiwa, maka akan menepis segala
kemungkinan terburuk yang menimpa PMII. “Bersatu kita teguh, bercerai
kita runtuh”, begitu orang sering mengatakan slogan yang berkaitan dengan
organisasi. Sekali lagi, kita –PMII- mengenal “satu barisan dan satu
cita, satu angkatan dan satu jiwa”. Salam Pergerakan!.
*) Penulis adalah Ketua 1 PC PMII Cirebon Masa Khidmat
2014-2015.
Bahan
Data
1.
Data Internal PC. PMII Cirebon Masa Khidmat 2014-2015.
2.
Hasil
Wawancara dengan Drs. KH Ibrahim Rozi (salah seorang pendiri PMII Cirebon),
pada bulan Februari 2015.
3.
Hasil
Wawancara dengan Drs. KH Ibrahim Rozi, pada 14 Maret 2016.
4.
Hermawan, Eman, 2000, Menjadi Kader Pergerakan: Dari Simpatisan Menjadi Kader Militan, Dari Individu Menjadi Organizer, Yogyakarta:
KLINIK.
5.
Tim
Editor, 2013, Diaspora Pemikiran Pelajar
NU dalam Mengabdi NKRI, Jakarta: PP IPNU.
6.
Tim
Kaderisasi Nasional, 2012, Buku Panduan
Kaderisasi PMII, Jakarta: PB PMII.
Tim Penyelaras, 2016, Keputusan-Keputusan Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas) PMII,
Jakarta: PB. PMII.
[1]
Tim Editor, Diaspora Pemikiran Pelajar NU dalam Mengabdi NKRI, (Jakarta: PP IPNU, 2013), hlm. 36.
[2]
Wawancara dengan KH Ibrahim Rozi (salah seorang Pendiri PMII Cirebon) bulan
Januari 2015.
[3]
Wawancara dengan KH Ibrahim Rozi di kediamannya tanggal 14 Maret 2016.
[5]
Tim
Kaderisasi Nasional, Buku Panduan
Kaderisasi PMII (Jakarta: PB PMII, 2012), Hal. 145
[6] Data Internal PC. PMII Cirebon Masa
Khidmat 2014-2015, hlm. 2.
[7]
Eman Hermawan, Menjadi Kader
Pergerakan: Dari Simpatisan Menjadi
Kader Militan, Dari Individu Menjadi Organizer, (Yogyakarta: KLINIK,2000),
hlm. 9-16.
[8]
Tim Penyelaras, Keputusan-Keputusan Musyawarah Pimpinan
Nasional (Muspimnas) PMII, tentang PO BAB II Pasal 2 Ayat 1, (Jakarta: PB.
PMII, 2016), hlm. 91.
[9] Ibid, hlm. 94-96.
[10] Data Internal ……………………., hlm. 3-6.