Jumat, 26 Desember 2014

Pergerakan Mahasiswa di Indonesia

PERGERAKAN MAHASISWA DI INDONESIA

Oleh: Ayub Al Ansori *)

“Sejarah dunia adalah sejarah orang muda, apabila angkatan muda mati rasa, maka matilah sejarah sebuah bangsa,” -Pramoedya Ananta Toer-

Apa yang dikatakan Pram –sapaan akrab Pramoedya Ananta Toer- di atas merupakan apresiasi terhadap pemuda khususnya mahasiswa. Mahasiswa memiliki peran penting dalam mengubah sejarah kebangsaan dan perjalanan demokrasi. Kita bisa melihat bagaimana peranan mahasiswa mampu merubah wajah perpolitikan dengan gerakan reformasinya. Jauh kebelakang kita mengenal angkatan gerakan kemahasiswaan dengan segala momentum sejarah kebangsaan di tanah air.

Sejarah telah mencatat, dari mulai munculnya Kebangkitan Nasional hingga tragedi 1998, mahasiswa selalu menjadi garda terdepan dalam mengawal demokrasi di IndonesiaSebut saja gerakan mahasisa pada masa penjajahan Belanda, masapenjajahan Jepang, masa pemberontakan PKI, masa Orde Lama, hingga masaOrde Baru dengan gerakan reformasinya, peran mahasiswa tidak pernah absen dalam catatan peristiwa penting tersebut.

Dalam hal ini Gus Dur pernah menyatakan bahwa dibandingkan dengan institusi lain seperti DPR, eksekutif dan yudiklatif, gerakan mahasiswa yang menentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBMadalah yang paling memiliki dasar konstitusi, terutama yang dituangkan dalam Pembukaan (Preambule) UUD 45. Gerakan-gerakan mahasiswa memiliki landasan hukum yang jelas. Meski tidak harus semua gerakan mahasiswa dalam bentuk demonstrasi dan aksi. Seperti kita mengenal sosok H. Mahbub Djunaidi si Pendekar Pena -sekaligus pendiri Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)- karena tulisan-tulisannya yang kritis, menukik dan tajam.

Ada baiknya penulis sedikit menjelaskan sejarah pergerakan mahasiswa di Indonesia dari jaman kemerdekaan hingga gerakan reformasi 1998 bahkan hingga gerakan mahasiswa hari ini.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1928 – 1945

Diawali dengan kembalinya mahasiswa ke tanah air yang bergabung dalam Indonesische Vereeninging (Perhimpunan Indonesia) yang kecewa dengan perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia. Mereka membentuk kelompok studi yang berpengaruh, karena keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat itu. Pertama, adalah Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club) yang dibentuk di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1924 oleh Soetomo. Kedua, Kelompok Studi Umum (Algemeene Studie-club) direalisasikan oleh para nasionalis dan mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung yang dimotori oleh Soekarno pada tanggal 11 Juli 1925. Dengan munculnya gerakan tersebut tercetuslah Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 melalui Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta.

Gerakan mahasiswa tahun 1945, dikenal dengan istilah angkatan muda 45 yang bersejarah. Gerakan ini membentuk kelompok bawah tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1966

Gerakan ini dikenal dengan istilah angkatan 66, diawali dengan kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, dimana sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan seperti Jong Java, Jong Sumatra, Jong Borneo, dst. Angkatan 66 ini mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten Negara. Dan berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Eksekutif pun beralih dan berpihak kepada rakyatPeralihan ini menandai berakhirnya Orde Lama berpindah ke Orde Baru.

Meski ada sebagian yang mengatakan bahwa gerakan 66 yang anti Soekarno –yang saat itu mengakomodir PKI- merupakan kegagalan mahasiswa pada saat itu karena ditunggangi kepentingan Soeharto. Namun terlepas dari kepentingan tersebut gerakan ini merupakan gerakan yang merubah sejarah bangsa Indonesia.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1972

Gerakan ini dikenal dengan terjadinya peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari). Tahun angkatan gerakan ini menolak produk Jepang dan sinisme terhadap warga keturunan. Tokoh mahasiswa yang mencuat pada gerakan mahasiswa ini seperti Hariman Siregar, sedangkan mahasiswa yang gugur dari peristiwa ini adalah Arif Rahman Hakim.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1980

Gerakan pada era ini tidak popular, karena lebih terfokus pada perguruan tinggi besar saja. Puncaknya tahun 1985 ketika Mendagri (Menteri Dalam Negeri) Saat itu Rudini berkunjung ke ITB. Kedatangan Mendagri disambut dengan Demo Mahasiswa dan terjadi peristiwa pelemparan terhadap Mendagri. Buntutnya Pelaku pelemparan yaitu Jumhur Hidayat terkena sanksi DO (Droup Out) oleh pihak ITB.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1990

Isu yang diangkat pada gerakan era ini sudah mengerucut, yaitu penolakan diberlakukannya terhadap NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus / Badan Kordinasi Kampus) yang membekukan Dewan Mahasiswa (DEMA/DM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).

Pemberlakuan NKK/BKK mengubah format organisasi kemahsiswaan dengan melarang Mahasiswa terjun ke dalam politik praktis, yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat Perguruan Tinggi bernama SMPT (Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi).

Organisasi kemahasiswaan seperti ini menjadikan aktivis mahasiswa dalam posisi mandul, karena pihak rektorat yang notabane perpanjangan pemerintah (penguasa) lebih leluasa dan dilegalkan untuk mencekal aktivis mahasiswa yang berbuat “over”, bahkan tidak segan-segan untuk men-DO-kan. Mahasiswa hanya dituntut kuliah dan kuliah saja. Di kampus intel-intel berkeliaran, pergerakan mahasiswa dimata-matai. Maka tidak heran jika misalnya hari ini menyusun strategi demo, besoknya aparat sudah siap siaga. Karena banyak intel berkedok mahasiswa.

Pemerintah Orde Baru pun menggaungkan opini adanya pergerakan sekelompok orang yang berkeliaran di masyarakat dan mahasiswa dengan sebutan OTB (organisasi tanpa bentuk). Masyarakat pun termakan dengan opini ini karena OTB ini identik dengan gerakan komunis.

Sikap kritis mahasiswa terhadap pemerintah tidak berhenti pada diberlakukannya NKK/BKK, jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap refresif Pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), PMKRI (PerhimpunanMahasiswa Katholik Republik Indoenesia), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1998

Gerakan mahasiswa era sembilan puluhan mencuat dengan tumbangnya Orde Baru dengan ditandai lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya pada tanggal 12 Mei 1998.

Gerakan mahasiswa tahun sembilan puluhan mencapai klimaksnya pada tahun 1998, diawali dengan terjadi krisis moneter di pertengahan tahun 1997. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Mahasiswa pun mulai gerah dengan penguasa ORBA, tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda Reformasinya mendapat simpati dan dukungan yang luar biasa dari rakyat. Mahasiswa menjadi tumpuan rakyat dalam mengubah kondisi yang ada, kondisi dimana rakyat sudah bosan dengan pemerintahan yang terlalu lama 32 tahun. Politisi diluar kekuasaan pun menjadi tumpul karena terlalu kuatnya lingkar kekuasaan, dan dikenal dengan sebutan jalur ABG (ABRI, Birokrat, dan Golkar).

Simbol Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR/MPR menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia, seluruh komponen mahasiswa dengan berbagai atribut almamater dan kelompok semuanya tumpah ruah di Gedung Dewan ini, tercatat FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta), FORBES (Forum Bersama), dan FORKOT (Forum Kota). Sungguh aneh dan luar biasa, elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan: Turunkan Soeharto.

Memang lengsernya Soeharto seolah menjadi tujuan utama pada gerakan mahasiswa sehingga ketika pemerintahan berganti, isu utama kembali kepada kedaerahan masing-masing.

Reformasi terus bergulir, perjuangan mahasiswa tidak akan pernah berhenti sampai disini. Perjuangan dari masa ke masa akan tumbuh jika penguasa tidak berpihak kepada rakyat.
Dari peristiwa-peristiwa gerakan mahasiwa di atas dapat kita simpulkan bahwa Mahasiswa memiliki peran penting dalam memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat Indonesia dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan segala bentuk ergerakan, perjuangan, bahkan perlawanan.

Untuk itu ada baiknya kita merenung bersama akan peran mahasiswa sebagai Iron Stock, Guardian of Value, dan Agent of Change. Mahasiswa dapat menjadi Iron Stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan. Mahasiswa sebagai Guardian of Value berarti mahasiswa berperan sebagai penjaga nilai-nilai di masyarakat. Lalu sekarang pertanyaannya adalah, “Nilai seperti apa yang harus dijaga?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita harus melihat mahasiswa sebagai insan akademis yang selalu berpikir ilmiah dalam mencari kebenaran. Kita harus memulainya dari hal tersebut karena bila kita renungkan kembali sifat nilai yang harus dijaga tersebut haruslah mutlak kebenarannya sehingga mahasiswa diwajibkan menjaganya. Dan terakhir Mahasiswa sebagai Agent of Change. Artinya adalah mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan. Lalu kini masalah kembali muncul, “Kenapa harus ada perubahan ???”. Untuk menjawab pertanyaan itu mari kita pandang kondisi bangsa saat ini. Menurut penulis kondisi bangsa saat ini jauh sekali dari kondisi ideal, dimana banyak sekali penyakit-penyakit masyarakat yang menghinggapi hati bangsa ini, mulai dari pejabat-pejabat atas hingga bawah, dan tentunya tertular pula kepada banyak rakyatnya. Sperti korupsi yang tidak pernah ada hentinya. Selanjutnya mengapa kita harus melakukan perubahan adalah karena perubahan itu sendiri merupakan harga mutlak dan pasti akan terjadi walaupun kita diam.

Pada akhirnya, segala impian yang sudah diperjuangkan perjuangan denganpergerakan mahasiswa bolehlah tetap ada tetapi jangan sampai kita terus terbuai olehnya. Tetap beraksi, fokus, dan mengedepankan intelektualitas sebagai kekuatan satu-satunya kita. Mahasiswa tidak bertindak dengan senjata. Bagi kita, senjata adalah kata-kata yang keluar dari kemurnian hati dan kejujuran dalam bertutur.

*) Adalah Ketua PC. PMII Cirebon (Bidang Internal)
**) Disampaikan pada diskusi foolow up MAPABA PK PMII UNSWAGATI CIREBON Hari Jum’at, 26 Desember 2014

Senin, 15 September 2014

Hentikan Eco-Terorisme Pemilu!

Hentikan Eco-Terorisme Pemilu!
Oleh: Ayub Al Ansori *)

Perhelatan pesta demokrasi di Negara kita sudah semakin dekat. 2014 merupakan tahun yang akan panjang dirasakan dampaknya kedepan. Ada dua hal penting pada tahun 2014 ini yang tentunya banyak berpengaruh tidak hanya pada tatanan sosial tetapi juga pada tatanan alam, lingkungan hidup. Pemilu legislative yang akan digelar pada tanggal 9 April 2014  dan Pilpres pada tanggal 9 Juli 2014. Begitu KPU menjadwalkan. 
Tentu dengan kedua agenda besar tersebut akan menimbulkan bebrapa dampak sebelum apa yang disebut pesta demokrasi itu berlangsung. Salah satunya adalah dampak kampanye terhadap persoalan lingkungan hidup. Dalam hal ini saya ingin menggaris bawahi ada beberapa prilaku para caleg dan bacapres yang bagi saya tidak mengenal etika lingkungan. Yaitu berupa memasang sampah-sampah visual berupa baliho, spanduk dan selebaran di pohon-pohon. Belum lagi sisa paku yang menancap di pohon bekas pemasangan atribut kampanye mereka. Bagi saya ini sudah karut-marut. Bayangkan saja dalam satu pohon di pinggir jalan bisa terdapat lebih dari lima buah paku atau kawat melilit.
Tindakan memaku pohon di luar negeri, merupak sebuah gerakan yang dikenal dengan eco-terorisme. Salah satu tindakan tersebut adalah Tree spiking atau kita kenal memaku pohon, merupakan salah satu taktik yang digunakan oleh Eco-terorist dalam melancarkan aksinya.
Menurut laman Wikipedia, definisi eco-terorisme adalah “Eco-terrorism is a form of radical environmentalism,”. Begitu juga “The FBI’s definition includes acts of violence against property, which makes most acts of sabotage fall in the realm of domestic terrorism, even if they are not designed to induce terror, which is the dictionary definition of terrorism.”.
Jadi pada intinya memaku pohon adalah bentuk dari terorisme ekologi, dan pemakunya di sebut teroris ekologi. Mengapa perilaku memaku atribut kampanye di pohon-pohon begitu mengkhawatirkan? Pemasangan atribut-atribut kampanye ini jelas mengabaikan aspek keselamatan manusia dan lingkungan.
Pohon sebagai tempat pemasangan atribut kampanye, iklan politik dan pengumuman lainnya jelas akan merusak pohon. Paku yang menancap pada pohon berefek buruk terhadap perkembangan pohon, karena dapat menyebabkan kematian sel dalam pohon terutama lapisan cambium, xylem dan floem.
Karat pada paku bisa menyebabkan infeksi pada batang,  pengeroposan batang, pada jenis tertentu, seperti palem-paleman, sehingga memicu pembusukan pada batang. Jika kita melakukan pembiaran, maka akan semakin sulit bagi kita untuk mendapatkan oksigen hasil penyerapan karbon dari pohon. Kita pun akan kehilangan peneduh jalan.
Kita membutuhkan pepohonan di perkotaan untuk kebutuhan udara segar, penyeimbang kondisi lingkungan, penyerap air, meminimalisir resiko banjir, peneduh jalan dan juga sebagai penunjang estetika kota. Pada saat musim penghujan, genangan air pun semakin mudah kita jumpai meski hujan hanya turun dalam satu jam. Belum lagi jika kita berbicara tentang keindahan kota yang semakin semrawut.
Kita tahu Tuhan menciptakan alam berikut hukum-hukum kausalnya (law of nature). Dengan hujan, Tuhan membuat tanah yang gersang dan tandus menjadi subur, sehingga tumbuh berbagai tanaman. Namun, Tuhan mengingatkan, bila terjadi kerusakan di muka Bumi, maka itu akibat ulah manusia sendiri.
Allah SWT. dengan tegas mengatakan dalam QS. Ar-Ruum (30): 41.
Telah tampak kerusakan di darat dan laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”.
Kita juga tahu dalam Islam ada prinsip yang sejalan dengan ayat di atas, prinsip "jangan merusak" (laa darara wa laa dirara), prinsip taskhir (wewenang menggunakan alam guna mencapai tujuan penciptaan) dan prinsip istikhlaf (wakil Tuhan di bumi yang bertanggung jawab, responsible trusteeship).
Islam adalah agama yang menuntut manusia untuk menerapkan nilai-nilai keislaman yang menegaskan hubungan integral antara keimanan dan lingkungan (seluruh semesta). Sehingga apa yang ditakutkan oleh Alwi Shihab dalam bukunya Islam Inklusif bahwa saat ini kita masih menganggap bahwa ajaran agama masih menempatkan alam dan lingkungan pada posisi yang lebih rendah dari manusia, sehingga layak dipergunakan dan dimanfaatkan sekehendak manusia, tidak perlu terjadi dan kita sadar bahwa manusia, alam dan lingkungan memiliki posisi pada tempat yang sama yaitu kemuliaan di hadapan Tuhan.
Untuk itulah kita berkewajiban untuk menyampaikan pada politisi baik yang bertarung di pileg amaupun pilpres agar tidak memasang atribut-atribut kampanye mereka dengan cara memaku pohon. Andai mereka tak memedulikan seruan ini, satu-satunya cara menghukumnya adalah dengan tidak memilihnya pada momen pemilihan nanti. Paling tidak, ada dua alasan kenapa kita tidak boleh memilih para perusak pohon itu.
Pertama, dengan memaku pohon mereka sudah merusak pohon yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Atribut-atribut kampanye berupa baliho dan poster di pohon-pohon tentu sangat merugikan kita. Pohon akan mudah rusak dan tentunya akan membahayakan kehidupan. Bagaimana mungkin mereka mau mengayomi masyarakat jika belum terpilih saja sudah merusak pohon dan membahayakan kita?
Kedua, sudah ada aturan mengenai mengenai perlindungan pada pepohonan itu yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Para politisi baik caleg maupun bacapres itu seharusnya tahu mengenai aturan ini. Mereka telah mengabaikan dan melanggar aturan dengan tetap memasang atribut pada pohon. Apakah kita mau dipimpin oleh orang-orang yang melanggar dan mengabaikan undang-undang dan aturan demi ambisi kekuasaan?
Tidak memilih mereka tentu saja tidak menyelesaikan masalah, tapi paling tidak kita telah menunjukkan bahwa kita punya hak dan kedaulatan dalam memilih calon pemimpin dan wakil kita. Kita memilih mereka yang peduli dan memandang kita sebagai warga negara, bukan sekadar angka dalam statistik demokrasi.

Kita juga tak boleh berdiam diri melihat kerusakan pohon yang telah terjadi. Mencabut paku-paku bekas atribut kampanye harus kita lakukan, minimal yang ada di sekitar kita. Juga, mengajak orang-orang terdekat kita untuk melakukan hal serupa, sedikit demi sedikit, perlahan-lahan demi kebaikan kita bersama. Wallahua’lamu Bishshowabi.

* Tulisan pernah dimuat di Rakyat Cirebon Jawa Pos Grup.
*) Penulis adalah Koordinator Pelajar dan Santri Sadar Lingkungan (PESAN DARLING) Cirebon

Mendamba Pencerahan Politik di Tahun Politik

Mendamba Pencerahan Politik di Tahun Politik *
Oleh: Ayub Al Ansori *)

 Lima belas tahun reformasi sudah dilewati, bukan waktu yang singkat. Namun perubahan disemua lini kehidupan belum tercapai secara maksimal. Harapan-harapan yang disuarakan saat tumbangnya orde baru (orba) untuk reformasi negara kita, hanya sebatas awan di atas langit. Indah namun terhempas dan hanya merupakan gas-gas H2O yang keropos. Tidak tegak dan kokoh. Kita mesti sadar, saat ini Indonesia telah dan sedang melaju diatas rel babak baru. Babak baru reformasi. Adalah babak dimana bangsa dan negara ini untuk berbenah.
Kita tentu masih ingat manakala tahun-tahun belakangan Negara ini begitu pekat diliputi kabut kasus demi kasus yang hingga kini masih menyelimuti harapan besar kita. Tahun-tahun lalu yang muram dengan hebohnya bail out Century yang hingga kini belum tuntas, kasus mafia pajak dengan actor Gayus Tambunan, diiringi dengan kasus suap Artalyta Suryani, bahkan sebelum kasus diatas merebak kasus mafia hukum yang menelorkan semboyan “Cicak VS Buaya” memaksakan mata, telinga dan hati bangsa Indonesia gerah. Dan ironisnya pelaku kasus diatas tadi dengan tanpa rasa malu dapat menikmati hidupnya dengan memakai fasilitas Negara yang mewah. Kita ingat Artalyta bisa begitu tenangnya menikmati fasilitas mewah selama di sel tahanannya. Dan akhir tahun 2010 lalu masyarakat diberi hidangan dengan menu kasus Gayus Tambunan dan joki tahanan. Disusul kasus korupsi dengan aktor Nazaruddin, Andi Nurpati, dan Angelina Sondakh. Kita juga diingatkan tentang kasus pengadaaan Simulator SIM oleh POLRI. Dan lagi-lagi mencuat balasan dari POLRI dengan menuduh Novel Baswedan (penyidik kasus Simulator SIM dari KPK) melakukan kekerasan terhadap pencuri sarang walet. Lah, diawal tahu 2012 lalu kita dipanaskan dengan nyanyian Nazaruddin yang menyeret mantan Menpora, Andi Malarangeng dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Bahkan tahun lalu 2013 kita juga dibuat geram dengan Luthfi Hasan Ishak, eks Presiden PKS, dengan Ahmad Fatonah soal suap menyuap kuota impor daging sapi. Parahnya penegak hukum di negeri kita pun terseret korupsi, Akil Mukhtar, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Hingga menyeret beberapa kepala daerah. Tidak hanya itu, ditingkat daerah pun kita menemukan bahwa para kepala daerah hingga anggota dewan pun tersangkut korupsi. Belum lagi korupsi di sector Pendidikan, Agama, Migas, Kesehatan, Energi, Infrasturktur dan Lingkungan Hidup. Jujur, saya tidak kuasa menulis lebih banyak kasus-kasus korupsi di negeri kita ini. Terlalu muram dan terlalu banyak. Namun jika saya harus menuliskan, sebut saja ada 158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011, 42 anggota DPR RI terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011, 30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI dan Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU, KY, KPPU, Ditjen Pajak, dan BI.
Kasus-kasus diatas memamerkan begitu bobroknya moralitas di Indonesia. Lalu apa yang salah? Dan apa yang harus di benahi di tahun 2014 ini untuk mencapai bangsa Indonesia yang bebas dari korupsi, Indonesia yang jujur? Sudahkan penegakkan hukum di negeri kita ini dijalankan? Ataukah kita sudah pesimis dan menyerah melihat 2014 adalah tahun politik. Tahun yang akan penuh dengan gesekan?
Jawaban dari pertanyaan diatas akan menjadi sebuah realita yang harus dihadapi dan sebuah solusi yang perlu direalisasikan bersama, antara pemerintah dan tentunya masyarakat, dalam upaya-upaya penegakkan hukum, moral dan karakter bangsa Indonesia.
Sebagai seorang mahasiswa fakultas pendidikan, menurut saya salah satu upayanya adalah dengan memaksimalkan system pendidikan di Negara kita. Pendidikan merupakan integritas sebuah bangsa, jadi perlu adanya upaya-upaya perjuangan dalam membentuk  sebuah system pendidikan yang nyata membentuk karakter bangsa. Karakter yang bermoral dan beretika. Aristoteles dengan lembut mengatakan, “Pendidikan intelektual tanpa dilandasi dengan pendidikan hati (moral dan karakter), sama artinya dengan tidak adanya pendidikan”. Begitu juga Theodore Roosevelt mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat).
Dengan pendidikan hati inilah negara kita bermoral, berkarakter dan terbebas dari belenggu korupsi yang sudah di ujung tanduk dan akan menghempaskan Indonesia. Hakim akan menegakkan hukum bilamana hatinya dididik untuk jujur. Birokrat dan wakil rakyat akan memegang janjinya apabila intelektualitasnya diimbangi dengan kejujuran hati dan tanggung jawab. Suara hati merupakan suara kejujuran. Maka masyarakat perlu menanamkan karakter pada dirinya masing-masing sejak dini. Sejak sebelum menjadi hakim, sejak sebelum menjadi birokrat, sejak sebelum menjadi anggota dewan. Eksekusinya adalah setelah semuanya “menjadi”, maka terapkan apa yang kemudian kita sebut pendidikan hati nurani atau kejujuran itu sendiri. 
Kita tahu Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UUSPN Bab II pasal 4). Dengan mengacu pada tujuan Pendidikan Nasional diatas perlunya mengkontruksi, menanamkan, mengembangkan dan memanivestasikan moralitas dalam sistem pendidikan di Indonesia. Dengan demikian adanya keseimbangan dalam porsi pendidikan yang bertumpu pada kecerdasan intelektual (IQ) dengan pendidikan yang bertumpu pada kecderdasan spiritual (SQ) dan kecerdasan emosional (EQ).
Kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional ini akan membangun sebuah karakter pada diri seseorang. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Bagi Indonesia saat ini, tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter bangsa Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan kita sebagai bangsa Indonesia, sanggup?.
Namun demikian, semestinya kita masih punya harapan ke depan. Indonesia bebas dari korupsi. Berdasarkan tabulasi data penanganan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2004 – 2013 per 30 September 2013 memperlihatkan sedikitnya telah dilakukan 509 penyelidikan, 334 penyidikan, 203 penuntutan, 228 kasus yang sudah inkracht atau berketetapan hukum dan 236 eksekusi. Tentu data ini menjadi harapan bagi bangsa kita untuk terus berjuang melawan korupsi di negeri ini. Setidaknya kita masih mendambakan bahwa Negara kita, Indonesia, bebas dari korupsi. Kita mesti yakin ada banyak orang di Indonesia yang masih peduli pada bangsanya. Peduli untuk berbenah atas bobroknya birokrasi. Mau berbenah dan mau menegakkan hukum. Jujur dan mau melawan korupsi. Semua itu mari kita mulai dari diri kita sendiri. Dengan harapan yang tentunya harus tetap optimis. Saat ini juga, demi Indonesia yang jujur dan bermartabat.
Pada akhirnya kita jangan sampai lupa bahwa Indonesia didirikan oleh para cendekiawan dan kaum terpelajar kelas satu –meminjam istilah Nurcholish Madjid- di zamannya. Untuk mengembangkan pengetahuan mereka tentang negara, yang pada ujungnya ingin memerdekakan bangsa ini dari belenggu penjajah, mereka bertukar pikiran atas bahan bacaan yang mereka peroleh. Dengan kejujuran dan ketinggian hati nuraninya, akhirnya mereka dapat menjadikan bangsa ini, dengan nama Republik Indonesia, merdeka. Moral bangsa pada akhirnya tidak lain ialah pandanagn keakhlakan yang merupakan konsistensi dan konsekuensi logis wacana para pendiri negara ini. Sehingga -meminjam istilah Gus Dur- tidak akan ada lagi showroom mobil termahal (mewah) saat ini di halaman gedung DPR, yang dipenuhi oleh mobil para anggotanya tanpa memedulikan nasib rakyatnya. Jangan sampai rakyat seperti kata Mahbub Djunaidi: bahwa nanti kita harus membayar pajak karena mengantuk, seolah-olah sebuah kenyataan yang hidup. Wallahua’lamu bil-showabi.

* Tulisan pernah dimuat di Rakyat Cirebon Jawa Pos Grup.
*) Adalah mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Aktif di PMII Cirebon dan PC. IPNU Kabupaten Cirebon.

Meneladani Muhammad SAW

Meneladani Muhammad SAW *)
Oleh: Ayub Al Ansori

Nabi Muhammad SAW, tidak diragukan lagi, merupakan salah satu di antara 100 orang—dalam kesimpulan Michael Hart (pengarang Buku The 100: Ranking Of The Most Influential Persons In History)—yang sangat memengaruhi perjalanan sejarah. Bukan hanya dalam bidang keagamaan, melainkan juga hampir di seluruh aspek kehidupan. Hart bahkan menempatkan Rasulullah pada urutan pertama dari 100 figur yang paling berpengaruh. Karena itu, sosoknya menjadi obyek penelitian dan penulisan yang tidak pernah habis-habisnya.

Menurut banyak sejarawan, “Muhammad” yang artinya “dia yang terpuji” terlahir di kota Makkah tanggal 12 Rabiul Awwal Tahun Gajah (
`am al-fil). Disebut begitu karena bertepatan dengan tahun penyerangan “Pasukan Gajah” pimpinan Abrahah (Gubernur Abisinia) ke Kabah. Atau bertepatan dengan tanggal 20 April 570 M dan meninggal 8 Juni 632 M di Madinah. Namun, Cahaya Muhammad (Nur Muhammad) sebagai penerang umat manusia tak pernah padam walaupun 14 abad telah berlalu sehingga menjadi teladan bagi kehidupan. Riwayat hidupnya telah diceritakan dengan jutaan kata-kata oleh para pemeluknya, maupun oleh para ahli sejarah non-muslim (Orientalis). Baik kata-kata tertulis menjadi sebuah buku maupun tidak tertulis.

Bertepatan dengan ulang tahun kelahirannya (maulid nabi) pada 12 Rabiul Awwal 1435 H, baiklah sejatinya umat Islam mengambil i’tibar dari sejarah hidup Muhammad SAW, yang sangat mulia.


Rasulullah SAW sebagai Teladan Kehidupan
    Keteladanan Rasulullah telah dinobatkan sendiri oleh Allah SWT. di dalam Al Qur’an. Ini menunjukkan kesempurnaan Rasulullah dari semua sisi kemanusiaan yang tidak dimiliki oleh selainnya, dahulu maupun sekarang. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

“Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah.” (Al-Ahzab: 21).

Ayat ini menggambarkan bahwa Rasulullah sebagai suri teladan baik  dalam ucapan-ucapan beliau (
aqwal), perbuatan-perbuatan (ahwal), dan dalam semua keadaan beliau. Setidaknya, ada tiga pelajaran berharga yang bisa kita petik dari sosok Muhammad, sang rasul penyebar agama Islam. Pertama, ketekunannya dalam melakukan ibadah (hablumminallah). Kedua, kepeduliannya terhadap persoalan sosial (habl minannaas). Ketiga, kehidupannya yang tidak diperbudak oleh nafsu duniawi. Sehingga pantas ketika seorang Profesor Filsafat India, Ramakrishna Rao, dalam bookletnya, Muhammad: The Prophet of Islam, menyebutnya sebagai ”model (teladan) yang sempurna bagi kehidupan manusia”. Dengan mempelajari tiga aspek di atas kita akan menemukan bahwa Muhammad tidak hanya sukses dalam bidang spiritual, tetapi pada setiap peran yang dia emban dalam berbagai bidang kehidupan.

Rasulullah Muhammad melakukan ritual ibadah, antara lain dengan shalat, zikir, puasa, zakat, haji, dan lain-lain. Dalam momen ibadah ritual, kita berusaha berhubungan dengan Allah (hablumminallah), Tuhan yang mengenggam alam semesta dan mengendalikan kehidupan. Dengan beribadah, kita memasuki keheningan dan terus-menerus memperbarui ikrar untuk meneguhkan ikatan batin kita dengan kehidupan.

Dalam momen ibadah ritual, seseorang juga berusaha mengasah ruang “batin” dan “ruhani”-nya terus-menerus agar bisa menapaki kehidupan secara lebih baik, indah, bijak, dan bermakna. Dengan beribadah pulalah, kita berusaha menyelami kesejatian untuk melampaui fenomena duniawi yang fana dan sementara. Kita tahu akhir – akhir ini Negara kita sedang dilandang keguncangan moral/akhlak. Pada dasarnya ibadah ritual sangat berpengaruh terhadap prilaku seseorang. Meminjam istilah William Montgomery Watt bahwa Rasulullah selalu melakukan apa yang di sebut sebagai “struktur konseptual Alquran” seperti Sholat dan Haji, dengan itu Rasulullah mampu menerapkan kebijakan –sosial dan kultur- yang kongkret dan institusi (ketenangan hati) yang kongkret pula. Maka kemudian ada kaitannya antara ibadah ritual dengan ibadah sosial. Kembali pada persoalan ibadah ritual, karena setiap manusia dalam kesehariannya—sadar atau tidak—sering kali terpancing untuk melakukan hal-hal yang buruk, jahat, dan tidak terpuji, maka ruang batin dan ruhaninya sebaiknya terus diasah dalam suasana yang tenang, khusyuk, dan hening.
Nafsu-nafsu destruktif yang potensinya ada pada diri setiap manusialah yang harus terus-menerus dikendalikan, antara lain, dengan laku-laku ritual semisal shalat, zikir, puasa, dan haji (bagi yang mampu).

Bercermin dari sejarah kehidupannya, Nabi Muhammad adalah sosok manusia yang terlibat aktif dalam persoalan sosial serta melakukan upaya transformasi sosial yang nyata. Kepedulian sosial Muhammad, antara lain tampak dari sepak terjangnya dalam membantu dan membela kaum miskin, sengsara, dan tertindas di satu sisi, serta melawan komunitas (baca: rezim politik dan ekonomi) yang otoriter dan zalim di sisi yang lain. Komunitas yang otoriter dan zalim ini misalnya adalah orang-orang Quraisy yang kaya dan berkuasa. Kita tahu bagaimana Rasulullah menerapkan
 Akhlak Al Karimah dalam setiap hidupnya. Rasulullah tidak pernah merasa benci terhadap orang yang menganiayanya. Sebut saja Rasulullah sering kali diludahi, dilempari kotoran ketika berjalan di depan rumah seorang Quraisy. Atau kita pun masih ingat bagaimana kisah Sahabat Abu Bakar yang ingin meneladani Rasulullah -sepeninggal Rasulullah- suatu ketika atas informasi Siti Aisyah bahwa Rasulullah selalu memberi –menyuapi- makanan pada Nenek buta Yahudi padahal sepanjang hari ia (Nenek) mencaci maki Rasulullah. Rasulullah juga sering mendamaikan beberapa komunitas (suku-suku Arab) yang bertikai satu sama lain.

Selain tekun melakukan ibadah dan punya kepedulian sosial, Rasulullah juga seorang pribadi yang tidak pernah diperbudak oleh nafsu duniawi, semisal harta, kekuasaan, dan jabatan. Nabi Muhammad adalah sosok yang bersahaja. Meskipun mempunyai seorang istri yang kaya-raya bernama Siti Khâdijah serta cukup sukses sebagai seorang pedagang, Nabi Muhammad tidak pernah silau oleh materi. Kita ingat bagaimana Rasulullah merasa lapar dan dengan gampangnya beliau mengaitkan batu pada perutnya agar rasa lapar itu hilang.

Sekali lagi pantas ketika Michael H. Hart dalam bukunya  “100 Tokoh Dunia yang Paling Berpengaruh” mengatakan: Pilihan saya untuk menempatkan Muhammad pada urutan teratas mungkin mengejutkan semua pihak, tapi dialah satu-satunya orang yang sukses baik dalam tataran sekular (sosial dan budaya) maupun agama.


Pendidikan dengan Akhlak Al Karimah
Ketiga pelajaran/i’tibar diatas merupakan contoh akhlak mulia Rasulullah SAW. Manusia yang berakhlak mulia harus menjadi sasaran proses pendidikan di Indonesia karena itu merupakan tujuan utama pendidikan Islam ala Rasulullah SAW. Berkenaan dengan akhlak mulia Rasulullah sehingga dapat menjadi tujuan pendidikan dapat dilihat dari ayat dan hadits-hadits berikut ini:

“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam (68): 4)

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. Bersabda:

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR. al Baihaqi. Sunan al Baihaqi).

Cak Nur (sapaan akrab Nurcholis Madjid) menafsirkan hadis tersebut secara kontekstual bahwa bangsa Indonesia yang mayoritas umat Islam selama ini akhlaknya dikesankan Bangsa Timur (dengan konotasi berbudaya tinggi dan sopan) atau bangsa yang religius (yang tentunya juga berarti bangsa yang berakhlak tinggi) pada satu sisi boleh berbangga, tetapi pada sisi yang lain harus prihatin. Mengingat sebagian moral rakyat Indonesia yang rendah, terbukti banyaknya kasus skandal korupsi, pungli, suap dan lain-lain, maka moral inilah harus segera dirubah dengan mengaplikasikan sabda Nabi yang tersirat didalamnya ajakan membangun akhlak yang mulia, tidak sebatas perbaikan pada tataran sikap/prilaku semata tetapi juga pada tataran dalam aspek kehidupan sehari-hari. Hal ini dipertegas dengan ajaknnya untuk menumbuhkan budaya malu dengan banyak mengoreksi kesalahan diri sendiri sebagaima sabda Nabi: Sungguh beruntung orang yang sibuk dengan kesalahan dirinya sendiri, bukan dengan kesalahan orang lain.

Kemerosotan moral atau akhlak ini akibat dari pendidikan yang kurang meperhatikan aspek tingkah laku yang notabene merupakan perwujudan dari
 Akhlak Al Karimah. Jika ketiga aspek atau pelajaran yang diambil dari Rasulullah diatas (Ketekunannya dalam melakukan ibadah (hablumminallah), kepeduliannya terhadap persoalan sosial (habl minannaas), kehidupannya yang tidak diperbudak oleh nafsu duniawi) niscaya pendidikan di Negeri ini akan mencapai kesuksesan dan melahirkan generasi-generasi yang amanah dan bertanggung jawab.

Masih dengan Akhlak Rasulullah, Jabir bin Abdullah berkata, Rasulullah Saw berkata: “Sesungguhnya Allah mengutusku dengan tugas membina kesempurnaan akhlak dan kebaikan pekerjaan.” (HR. Al Thabrani.
 al Mu’jam al Awsath).

Berdasarkan ayat dan  hadits-hadits di atas menunjukkan dengan tegas bahwa tujuan utama pendidikan Rasulullah SAW. adalah  memperbaiki akhlak manusia. Beliau melaksanakan tujuan tersebut dengan cara menghiasi dirinya dengan berbagai akhlak yang mulia dan menganjurkan agar umatnya senantiasa menerapkan akhlak tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Rasulullah Saw telah memperlihatkan akhlak yang mulia sepanjang hidupnya. Bahkan ketika Aisyah (istri Rasulullah) ditanya tentang akhlak Rasulullah maka beliau menjawab, “Akhlak Rasulullah adalah al Qur’an”. Hal senada juga diungkapakan oleh Peneliti Islam yang Orientalis John E. Esposito, “Ia (Muhammad) adalah, seperti dikatakan oleh sebagian Muslim,”Al Qur’an yang hidup”-saksi yang tindak tanduk dan tutur katanya mewujudkan kehendak Ilahi. Makanya praktik-praktik sang Nabi menjadi sumber materiil hukum dan tradisi Islam di samping Al-Qur’an”. 


Penutup
Pada akhirnya setiap muslim (laki-laki maupun perempuan) mesti menanamkan kecintaannya kepada Rasulullah SAW dengan meneladani sirah-nya. Para ulama berkewajiban meneladaninya dalam hal menyampaikan Islam. Para guru, dosen atau pendidik hendaknya sungguh-sungguh serta bertanggung jawab dalam mendidik generasi Islam dan Bangsa ini. Sedangkan para pemimpin, negarawan berkepentingan mengikutinya dalam hal mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Bagi rekan-rekan pelajar ataupun mahasiswa, Nabi adalah contoh konkret kejujuran, idealisme, dan agen of change. Apapun peran yang kita sandang, maka Muhammad SAW, adalah teladannya (
masterpiece). Wallahu a’lamu Bil- Showabi.

*) Juara 1 Lomba Karya Tulis LDK Al Ukhuwah IAIN SNJ Cirebon Tahun 2012 

Munding Gus Dur

Munding Gus Dur
Oleh: Ayub Al Ansori *)

Lahir tahun 1991 di Kabupaten Majalengka, saya betul-betul tidak mengenal yang namanya Abdurrahman Wahid apalagi Abdurrahman Ad-Dakhil. Belakangan, saya tahu, keduanya merupakan nama lain dari Gus Dur.

Kenapa nama lain? Bukankah itu nama asli beliau? Karena telinga saya pertama kali mendengar  nama Gus Dur bukan yang lainnya. Hingga nama itu terngiang terus. Sampai suatu waktu, kalau tidak salah tahun 1999-an, ada tetangga, tepatnya teman bermain menyanyikan “lagu”, sebuah lagu yang saat ini mungkin bisa disebut black campaign.

Nyanyian itu berbunyi “PAN, Amin Rais. PKB, Gus Dur. Jangan Menangis di alam Kubur,”. Jujur, saat itu saya sangat marah. Saya sampai pukul teman saya yang menyanyikan lagu itu hingga menangis.

Satu alasan kenapa saya memukulnya, Gus Dur, saat itu adalah Presiden (lagi-lagi saya mengenal dan tahu bahwa presiden Indonesia waktu itu bernama Gus Dur bukan Abdurrahman Wahid). “Presiden kok kamu ece,” kata saya waktu itu.

Orang yang pertama kali mengenalkan nama Gus Dur adalah bapak saya. Saat itu tahun 1999, umur saya baru 8 tahun. Namun bapak saya waktu itu membawa beberapa lembar kertas ke rumah. Saat ini saya mengenalnya pamflet.

Kertas itu memuat foto seorang bapak-bapak yang sudah tua berkacamata dan berkopiah. Waktu itu muncul pertanyaan, “Pak, siapa orang ini?” tunjuk saya pada foto kertas yang dibawa bapak itu.

“Ini foto Gus Dur. Presiden kita nanti,” begitu jawab bapak saya. Itulah kali pertama saya mendengar nama Gus Dur si presiden.

Lantas keesokan harinya bapak saya menempel kertas-kertas itu di pintu garasi mobilnya. Banyak sekali. Lagi-lagi saya bertanya, “Kok di tempel di pintu garasi, Pak? Kan jadinya jelek pintunya,” kataku tak setuju. Namun bapakku menjawab dengan enteng, “Biar orang lain tahu. Gus Dur akan jadi Presiden.” Saya hanya diam melihat bapak menempelkan kertas satu per satu di pintu garasi mobilnya.

Namun, hari berikutnya. Pagi-pagi ketika hendak berangkat kerja bapak saya dikagetkan dengan keadaan pintu garasi mobilnya. Garasi mobilnya penuh dengan kotoran munding (kerbau dalam Sunda). Saya tahu ketika bapak mengambil ember dan mengajak saya untuk membersihkan garasinya, kebetulan saya sekolah masuk jam 10.00 pagi karena madrasah waktu itu kekurangan kelas sehingga satu kelas angkatan saya masuk agak lebih siang.

“Tuh kan, Pak, gara-gara kertas yang ditempel jadi banyak tai munding-nya,” kataku. Bapakku hanya jawab, “Hush, yang ngelemparin kotoran ini, mundingnya Gus Dur,” katanya sambil senyum.

Saya belum puas dengan jawabannya, “Emangnya siapa sih Gus Dur itu Pak?”

“Gus Dur itu yang akan jadi Presiden Indonesia. Beliau itu seorang ulama panutan dan disegani di Indonesia. Munding aja gak berani nyeruduk garasi mobil,” jawab Bapakku seadanya.

Mungkin bagi saya saat ini jawaban itu tidak begitu memuaskan, namun dulu jawaban tersebut cukup memuaskan. “Jadi, yang ngelempar kotoran di garasi ini mundingnya Gus Dur,” tambahnya lagi.

Belakangan, menginjak remaja, saya baru tahu yang bapak maksud dengan “munding” dan kenapa kotoran kerbau itu memenuhi pintu garasi mobilnya.

Tidak lama dari kejadian itu, saya diajak nonton pemilihan Presiden oleh bapak saya di salah satu stasiun televisi. Saya lihat di TV suasana di  dalam sebuah gedung yang luas sangat ramai. Dan sorotan kamera mangarah pada satu sosok yang saya ketahui melalui kertas yang Bapak dulu bawa.

“Itu kan orang yang ada di foto kertas yang bapak waktu itu bawa?” tanyaku.

“Iya. Beliau akan jadi Presiden,” jawab Bapakku.

Saat itu saya serius menonton karena yang namanya Gus Dur, yang sering disebut-sebut bapak saya, saat itu benar-benar ada di televisi.

“Yang Mulia Gus Dur,” saya dengar seorang pemandu suara mengatakannya.

“Alhamdulillah. Tuh kan Gus Dur jadi Presiden. Mundingnya malah kalah kan,” sorak Bapak saya pada waktu itu.

Saat itu saya sangat mengagumi sosok Gus Dur. Seorang tokoh besar yang Bapak kenalkan pada saya sejak kecil. Belakangan ketika nyantri di Pondok Kebon Jambu Al Islamy Babakan Ciwaringin Kabupaten Cirebon, saya tahu nama beliau adalah Abdurrahman Wahid Ad-Dakhil, Presiden ke-4 Republik Indonesia, Ketua Umum PBNU, tokoh kebhinekaan, tokoh anti-kekerasan, tokoh humanisme, dan seabrek julukan lainnya.
 [NUOL]

 

*) Santri Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy, Babakan, Cirebon.
**) Tulisan pernah dimuat di www.nu.or.id dan www.cirebonpost.com

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Do'a

Adalah Engkau

Yang beri kekuatan

Sekaligus menghujamku

Dengan Qodo dan Qodar-Mu

Tuhan..............

Engkau ku percaya

Menjawab setiap do’a yang ku panjatkan

Ku menyanjung-Mu dengan butiran-butiran dzikirku

Kau tak goyah dengan Qodo-Mu

Ku merengek dengan untaian Wiridku

Kau terlampau tentukan Qadar-Mu

Ku serapi setiap lantunan ayat-ayat-Mu

Kau hanya beri aku harapan

Ku berontak dalam puji-puji doa’ku

Kau hanya menatapku dingin dengan ke-Maha Besaran-Mu

Ku menangis dan memaksamu dalam sujudku

Kau tertawa dengan segala ke-Maha Agungan-Mu

Apa mau-Mu Tuhan?

Aku yakin

Kau jawab “YA”, Kau beri yang aku minta

Kau jawab “TIDAK”, Kau akan berikan yang lebih baik

Kau jawab “TUNGGU” Kau akan beri yang terbaik

Untukku..........

Dengan keterbatasanku

Hanya satu, berikan padaku

“Ridhoilah aku sebagai Hamba-Mu yang terbatas

Wahai ALLAH, Tuhan yang Maha Tak Terbatas”