Meneladani Muhammad SAW *)
Oleh: Ayub Al Ansori
Nabi Muhammad SAW, tidak diragukan lagi,
merupakan salah satu di antara 100 orang—dalam kesimpulan Michael Hart
(pengarang Buku The 100: Ranking Of The Most
Influential Persons In History)—yang sangat memengaruhi perjalanan
sejarah. Bukan hanya dalam bidang keagamaan, melainkan juga hampir di seluruh
aspek kehidupan. Hart bahkan menempatkan Rasulullah pada urutan pertama dari
100 figur yang paling berpengaruh. Karena itu, sosoknya menjadi obyek penelitian
dan penulisan yang tidak pernah habis-habisnya.
Menurut banyak sejarawan, “Muhammad” yang artinya “dia yang terpuji” terlahir di kota Makkah tanggal 12 Rabiul Awwal Tahun Gajah (`am al-fil). Disebut begitu karena bertepatan dengan tahun penyerangan “Pasukan Gajah” pimpinan Abrahah (Gubernur Abisinia) ke Kabah. Atau bertepatan dengan tanggal 20 April 570 M dan meninggal 8 Juni 632 M di Madinah. Namun, Cahaya Muhammad (Nur Muhammad) sebagai penerang umat manusia tak pernah padam walaupun 14 abad telah berlalu sehingga menjadi teladan bagi kehidupan. Riwayat hidupnya telah diceritakan dengan jutaan kata-kata oleh para pemeluknya, maupun oleh para ahli sejarah non-muslim (Orientalis). Baik kata-kata tertulis menjadi sebuah buku maupun tidak tertulis.
Bertepatan dengan ulang tahun kelahirannya (maulid nabi) pada 12 Rabiul Awwal 1435 H, baiklah sejatinya umat Islam mengambil i’tibar dari sejarah hidup Muhammad SAW, yang sangat mulia.
Rasulullah SAW sebagai Teladan Kehidupan
Keteladanan Rasulullah telah dinobatkan sendiri oleh Allah SWT. di dalam Al Qur’an. Ini menunjukkan kesempurnaan Rasulullah dari semua sisi kemanusiaan yang tidak dimiliki oleh selainnya, dahulu maupun sekarang. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah.” (Al-Ahzab: 21).
Ayat ini menggambarkan bahwa Rasulullah sebagai suri teladan baik dalam ucapan-ucapan beliau (aqwal), perbuatan-perbuatan (ahwal), dan dalam semua keadaan beliau. Setidaknya, ada tiga pelajaran berharga yang bisa kita petik dari sosok Muhammad, sang rasul penyebar agama Islam. Pertama, ketekunannya dalam melakukan ibadah (hablumminallah). Kedua, kepeduliannya terhadap persoalan sosial (habl minannaas). Ketiga, kehidupannya yang tidak diperbudak oleh nafsu duniawi. Sehingga pantas ketika seorang Profesor Filsafat India, Ramakrishna Rao, dalam bookletnya, Muhammad: The Prophet of Islam, menyebutnya sebagai ”model (teladan) yang sempurna bagi kehidupan manusia”. Dengan mempelajari tiga aspek di atas kita akan menemukan bahwa Muhammad tidak hanya sukses dalam bidang spiritual, tetapi pada setiap peran yang dia emban dalam berbagai bidang kehidupan.
Rasulullah Muhammad melakukan ritual ibadah, antara lain dengan shalat, zikir, puasa, zakat, haji, dan lain-lain. Dalam momen ibadah ritual, kita berusaha berhubungan dengan Allah (hablumminallah), Tuhan yang mengenggam alam semesta dan mengendalikan kehidupan. Dengan beribadah, kita memasuki keheningan dan terus-menerus memperbarui ikrar untuk meneguhkan ikatan batin kita dengan kehidupan.
Dalam momen ibadah ritual, seseorang juga berusaha mengasah ruang “batin” dan “ruhani”-nya terus-menerus agar bisa menapaki kehidupan secara lebih baik, indah, bijak, dan bermakna. Dengan beribadah pulalah, kita berusaha menyelami kesejatian untuk melampaui fenomena duniawi yang fana dan sementara. Kita tahu akhir – akhir ini Negara kita sedang dilandang keguncangan moral/akhlak. Pada dasarnya ibadah ritual sangat berpengaruh terhadap prilaku seseorang. Meminjam istilah William Montgomery Watt bahwa Rasulullah selalu melakukan apa yang di sebut sebagai “struktur konseptual Alquran” seperti Sholat dan Haji, dengan itu Rasulullah mampu menerapkan kebijakan –sosial dan kultur- yang kongkret dan institusi (ketenangan hati) yang kongkret pula. Maka kemudian ada kaitannya antara ibadah ritual dengan ibadah sosial. Kembali pada persoalan ibadah ritual, karena setiap manusia dalam kesehariannya—sadar atau tidak—sering kali terpancing untuk melakukan hal-hal yang buruk, jahat, dan tidak terpuji, maka ruang batin dan ruhaninya sebaiknya terus diasah dalam suasana yang tenang, khusyuk, dan hening.
Nafsu-nafsu destruktif yang potensinya ada
pada diri setiap manusialah yang harus terus-menerus dikendalikan, antara lain,
dengan laku-laku ritual semisal shalat, zikir, puasa, dan haji (bagi yang
mampu).
Bercermin dari sejarah kehidupannya, Nabi Muhammad adalah sosok manusia yang terlibat aktif dalam persoalan sosial serta melakukan upaya transformasi sosial yang nyata. Kepedulian sosial Muhammad, antara lain tampak dari sepak terjangnya dalam membantu dan membela kaum miskin, sengsara, dan tertindas di satu sisi, serta melawan komunitas (baca: rezim politik dan ekonomi) yang otoriter dan zalim di sisi yang lain. Komunitas yang otoriter dan zalim ini misalnya adalah orang-orang Quraisy yang kaya dan berkuasa. Kita tahu bagaimana Rasulullah menerapkan Akhlak Al Karimah dalam setiap hidupnya. Rasulullah tidak pernah merasa benci terhadap orang yang menganiayanya. Sebut saja Rasulullah sering kali diludahi, dilempari kotoran ketika berjalan di depan rumah seorang Quraisy. Atau kita pun masih ingat bagaimana kisah Sahabat Abu Bakar yang ingin meneladani Rasulullah -sepeninggal Rasulullah- suatu ketika atas informasi Siti Aisyah bahwa Rasulullah selalu memberi –menyuapi- makanan pada Nenek buta Yahudi padahal sepanjang hari ia (Nenek) mencaci maki Rasulullah. Rasulullah juga sering mendamaikan beberapa komunitas (suku-suku Arab) yang bertikai satu sama lain.
Selain tekun melakukan ibadah dan punya kepedulian sosial, Rasulullah juga seorang pribadi yang tidak pernah diperbudak oleh nafsu duniawi, semisal harta, kekuasaan, dan jabatan. Nabi Muhammad adalah sosok yang bersahaja. Meskipun mempunyai seorang istri yang kaya-raya bernama Siti Khâdijah serta cukup sukses sebagai seorang pedagang, Nabi Muhammad tidak pernah silau oleh materi. Kita ingat bagaimana Rasulullah merasa lapar dan dengan gampangnya beliau mengaitkan batu pada perutnya agar rasa lapar itu hilang.
Sekali lagi pantas ketika Michael H. Hart dalam bukunya “100 Tokoh Dunia yang Paling Berpengaruh” mengatakan: Pilihan saya untuk menempatkan Muhammad pada urutan teratas mungkin mengejutkan semua pihak, tapi dialah satu-satunya orang yang sukses baik dalam tataran sekular (sosial dan budaya) maupun agama.
Pendidikan dengan Akhlak Al Karimah
Ketiga pelajaran/i’tibar diatas merupakan contoh akhlak mulia Rasulullah SAW. Manusia yang berakhlak mulia harus menjadi sasaran proses pendidikan di Indonesia karena itu merupakan tujuan utama pendidikan Islam ala Rasulullah SAW. Berkenaan dengan akhlak mulia Rasulullah sehingga dapat menjadi tujuan pendidikan dapat dilihat dari ayat dan hadits-hadits berikut ini:
“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam (68): 4)
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. Bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR. al Baihaqi. Sunan al Baihaqi).
Cak Nur (sapaan akrab Nurcholis Madjid) menafsirkan hadis tersebut secara kontekstual bahwa bangsa Indonesia yang mayoritas umat Islam selama ini akhlaknya dikesankan Bangsa Timur (dengan konotasi berbudaya tinggi dan sopan) atau bangsa yang religius (yang tentunya juga berarti bangsa yang berakhlak tinggi) pada satu sisi boleh berbangga, tetapi pada sisi yang lain harus prihatin. Mengingat sebagian moral rakyat Indonesia yang rendah, terbukti banyaknya kasus skandal korupsi, pungli, suap dan lain-lain, maka moral inilah harus segera dirubah dengan mengaplikasikan sabda Nabi yang tersirat didalamnya ajakan membangun akhlak yang mulia, tidak sebatas perbaikan pada tataran sikap/prilaku semata tetapi juga pada tataran dalam aspek kehidupan sehari-hari. Hal ini dipertegas dengan ajaknnya untuk menumbuhkan budaya malu dengan banyak mengoreksi kesalahan diri sendiri sebagaima sabda Nabi: Sungguh beruntung orang yang sibuk dengan kesalahan dirinya sendiri, bukan dengan kesalahan orang lain.
Kemerosotan moral atau akhlak ini akibat dari pendidikan yang kurang meperhatikan aspek tingkah laku yang notabene merupakan perwujudan dari Akhlak Al Karimah. Jika ketiga aspek atau pelajaran yang diambil dari Rasulullah diatas (Ketekunannya dalam melakukan ibadah (hablumminallah), kepeduliannya terhadap persoalan sosial (habl minannaas), kehidupannya yang tidak diperbudak oleh nafsu duniawi) niscaya pendidikan di Negeri ini akan mencapai kesuksesan dan melahirkan generasi-generasi yang amanah dan bertanggung jawab.
Masih dengan Akhlak Rasulullah, Jabir bin Abdullah berkata, Rasulullah Saw berkata: “Sesungguhnya Allah mengutusku dengan tugas membina kesempurnaan akhlak dan kebaikan pekerjaan.” (HR. Al Thabrani. al Mu’jam al Awsath).
Berdasarkan ayat dan hadits-hadits di atas menunjukkan dengan tegas bahwa tujuan utama pendidikan Rasulullah SAW. adalah memperbaiki akhlak manusia. Beliau melaksanakan tujuan tersebut dengan cara menghiasi dirinya dengan berbagai akhlak yang mulia dan menganjurkan agar umatnya senantiasa menerapkan akhlak tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Rasulullah Saw telah memperlihatkan akhlak yang mulia sepanjang hidupnya. Bahkan ketika Aisyah (istri Rasulullah) ditanya tentang akhlak Rasulullah maka beliau menjawab, “Akhlak Rasulullah adalah al Qur’an”. Hal senada juga diungkapakan oleh Peneliti Islam yang Orientalis John E. Esposito, “Ia (Muhammad) adalah, seperti dikatakan oleh sebagian Muslim,”Al Qur’an yang hidup”-saksi yang tindak tanduk dan tutur katanya mewujudkan kehendak Ilahi. Makanya praktik-praktik sang Nabi menjadi sumber materiil hukum dan tradisi Islam di samping Al-Qur’an”.
Penutup
Pada akhirnya setiap muslim (laki-laki maupun perempuan) mesti menanamkan kecintaannya kepada Rasulullah SAW dengan meneladani sirah-nya. Para ulama berkewajiban meneladaninya dalam hal menyampaikan Islam. Para guru, dosen atau pendidik hendaknya sungguh-sungguh serta bertanggung jawab dalam mendidik generasi Islam dan Bangsa ini. Sedangkan para pemimpin, negarawan berkepentingan mengikutinya dalam hal mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Bagi rekan-rekan pelajar ataupun mahasiswa, Nabi adalah contoh konkret kejujuran, idealisme, dan agen of change. Apapun peran yang kita sandang, maka Muhammad SAW, adalah teladannya (masterpiece). Wallahu a’lamu Bil- Showabi.
*) Juara 1 Lomba Karya Tulis LDK Al Ukhuwah IAIN SNJ Cirebon Tahun 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar