Mendamba Pencerahan Politik di
Tahun Politik *
Oleh: Ayub Al Ansori *)
Kita tentu masih
ingat manakala tahun-tahun belakangan Negara ini begitu pekat diliputi kabut
kasus demi kasus yang hingga kini masih menyelimuti harapan besar kita. Tahun-tahun
lalu yang muram dengan hebohnya bail out Century yang hingga kini belum tuntas,
kasus mafia pajak dengan actor Gayus Tambunan, diiringi dengan kasus suap Artalyta
Suryani, bahkan sebelum kasus diatas merebak kasus mafia hukum yang menelorkan semboyan
“Cicak VS Buaya” memaksakan mata, telinga dan hati bangsa Indonesia gerah. Dan
ironisnya pelaku kasus diatas tadi dengan tanpa rasa malu dapat menikmati
hidupnya dengan memakai fasilitas Negara yang mewah. Kita ingat Artalyta bisa
begitu tenangnya menikmati fasilitas mewah selama di sel tahanannya. Dan akhir
tahun 2010 lalu masyarakat diberi hidangan dengan menu kasus Gayus Tambunan dan
joki tahanan. Disusul kasus korupsi dengan aktor Nazaruddin, Andi Nurpati, dan Angelina Sondakh. Kita juga diingatkan tentang kasus pengadaaan Simulator SIM oleh POLRI. Dan lagi-lagi mencuat balasan
dari POLRI dengan menuduh Novel Baswedan (penyidik kasus Simulator SIM dari
KPK) melakukan kekerasan terhadap pencuri sarang walet. Lah,
diawal tahu 2012 lalu kita dipanaskan dengan nyanyian Nazaruddin yang menyeret
mantan Menpora, Andi Malarangeng dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas
Urbaningrum. Bahkan tahun lalu 2013 kita juga dibuat geram dengan Luthfi Hasan
Ishak, eks Presiden PKS, dengan Ahmad Fatonah soal suap menyuap kuota impor
daging sapi. Parahnya penegak hukum di negeri kita pun terseret korupsi, Akil
Mukhtar, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Hingga
menyeret beberapa kepala daerah. Tidak hanya itu, ditingkat daerah pun kita menemukan
bahwa para kepala daerah hingga anggota dewan pun tersangkut korupsi. Belum
lagi korupsi di sector Pendidikan, Agama, Migas, Kesehatan, Energi,
Infrasturktur dan Lingkungan Hidup. Jujur, saya tidak kuasa menulis lebih
banyak kasus-kasus korupsi di negeri kita ini. Terlalu muram dan terlalu
banyak. Namun jika
saya harus menuliskan, sebut saja ada 158 kepala daerah tersangkut
korupsi sepanjang 2004-2011, 42 anggota DPR RI terseret korupsi pada kurun
waktu 2008-2011, 30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI dan Kasus korupsi
terjadi diberbagai lembaga seperti KPU, KY, KPPU, Ditjen Pajak, dan BI.
Kasus-kasus
diatas memamerkan begitu bobroknya moralitas di Indonesia. Lalu apa yang salah?
Dan apa yang harus di benahi di tahun 2014 ini untuk mencapai bangsa Indonesia yang
bebas dari korupsi, Indonesia yang jujur? Sudahkan penegakkan hukum di negeri
kita ini dijalankan? Ataukah kita sudah pesimis dan menyerah melihat 2014
adalah tahun politik. Tahun yang akan penuh dengan gesekan?
Jawaban dari
pertanyaan diatas akan menjadi sebuah realita yang harus dihadapi dan sebuah
solusi yang perlu direalisasikan bersama, antara pemerintah dan tentunya
masyarakat, dalam upaya-upaya penegakkan hukum, moral dan karakter bangsa Indonesia.
Sebagai seorang
mahasiswa fakultas pendidikan, menurut saya salah satu upayanya adalah dengan
memaksimalkan system pendidikan di Negara kita. Pendidikan merupakan integritas
sebuah bangsa, jadi perlu adanya upaya-upaya perjuangan dalam membentuk sebuah system pendidikan yang nyata
membentuk karakter bangsa. Karakter yang bermoral dan beretika. Aristoteles
dengan lembut mengatakan, “Pendidikan intelektual tanpa dilandasi dengan pendidikan
hati (moral dan karakter), sama artinya dengan tidak
adanya pendidikan”. Begitu juga Theodore
Roosevelt mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to
educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan
otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat).
Dengan pendidikan
hati inilah negara kita bermoral, berkarakter dan
terbebas dari belenggu korupsi yang sudah di ujung tanduk dan akan
menghempaskan Indonesia. Hakim akan menegakkan hukum bilamana hatinya dididik
untuk jujur. Birokrat dan wakil rakyat akan memegang janjinya apabila
intelektualitasnya diimbangi dengan kejujuran hati dan tanggung jawab. Suara
hati merupakan suara kejujuran. Maka masyarakat perlu menanamkan karakter pada
dirinya masing-masing sejak dini. Sejak sebelum menjadi hakim, sejak sebelum
menjadi birokrat, sejak sebelum menjadi anggota dewan. Eksekusinya adalah
setelah semuanya “menjadi”, maka terapkan apa yang kemudian kita sebut
pendidikan hati nurani atau kejujuran itu sendiri.
Kita tahu Pendidikan
nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UUSPN Bab II pasal 4). Dengan
mengacu pada tujuan Pendidikan Nasional diatas perlunya mengkontruksi,
menanamkan, mengembangkan dan memanivestasikan moralitas dalam sistem pendidikan
di Indonesia. Dengan demikian adanya keseimbangan dalam porsi pendidikan yang
bertumpu pada kecerdasan intelektual (IQ) dengan pendidikan yang bertumpu pada
kecderdasan spiritual (SQ) dan kecerdasan emosional (EQ).
Kecerdasan
spiritual dan kecerdasan emosional ini akan membangun sebuah karakter pada diri
seseorang. Karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Bagi Indonesia saat
ini, tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan
karakter bangsa Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik
yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa
kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa
tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa
semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan
optimisme. Inilah tantangan kita sebagai bangsa Indonesia, sanggup?.
Namun demikian, semestinya kita
masih punya harapan ke depan. Indonesia bebas dari korupsi. Berdasarkan
tabulasi data penanganan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun
2004 – 2013 per 30 September 2013 memperlihatkan sedikitnya telah dilakukan 509
penyelidikan, 334 penyidikan, 203 penuntutan, 228 kasus yang sudah inkracht
atau berketetapan hukum dan 236 eksekusi. Tentu data ini menjadi harapan bagi
bangsa kita untuk terus berjuang melawan korupsi di negeri ini. Setidaknya
kita masih mendambakan bahwa Negara kita, Indonesia, bebas dari korupsi. Kita
mesti yakin ada banyak orang di Indonesia yang masih peduli pada bangsanya.
Peduli untuk berbenah atas bobroknya birokrasi. Mau berbenah dan mau menegakkan
hukum. Jujur dan mau melawan korupsi. Semua itu mari kita mulai dari diri kita
sendiri. Dengan harapan yang tentunya harus tetap optimis. Saat ini juga, demi
Indonesia yang jujur dan bermartabat.
Pada akhirnya kita
jangan sampai lupa bahwa Indonesia didirikan oleh para cendekiawan dan kaum
terpelajar kelas satu –meminjam istilah Nurcholish Madjid- di zamannya. Untuk
mengembangkan pengetahuan mereka tentang negara, yang pada ujungnya ingin
memerdekakan bangsa ini dari belenggu penjajah, mereka bertukar pikiran atas
bahan bacaan yang mereka peroleh. Dengan kejujuran dan ketinggian hati
nuraninya, akhirnya mereka dapat menjadikan bangsa ini, dengan nama Republik
Indonesia, merdeka. Moral bangsa pada akhirnya tidak lain ialah pandanagn
keakhlakan yang merupakan konsistensi dan konsekuensi logis wacana para pendiri
negara ini. Sehingga -meminjam istilah Gus Dur- tidak akan ada lagi showroom
mobil termahal (mewah) saat ini di halaman gedung DPR, yang dipenuhi oleh mobil
para anggotanya tanpa memedulikan nasib rakyatnya. Jangan sampai rakyat seperti
kata Mahbub Djunaidi: bahwa nanti kita harus membayar pajak karena mengantuk,
seolah-olah sebuah kenyataan yang hidup. Wallahua’lamu bil-showabi.
*) Adalah mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Aktif di PMII Cirebon dan PC. IPNU Kabupaten Cirebon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar