Argumentasi
Gerakan PMII Cirebon
(Sebuah
Refleksi Harlah PMII ke 55)
Oleh:
Ayub Al Ansori *)
Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah organisasi kader yang harus senantiasa
melakukan pergerakan melalui kaderisasi yang baik dan massif. Disamping
organisasi kader PMII juga merupakan organisasi yang memiliki ideology dan arah
gerak yang jelas. Sehingga dalam melakukan langkah pengkaderan senantiasa dalam
jalur ideologinya yaitu Pancasila sebagai asas organisasi dan Ahlussunnah Wal
Jama’ah sebagai metode berfikirnya (Manhaj Al Fikr). Dan tentunya selalu
menjunjung tinggi nilai-nilai ke-NU-an karena bagaimanapun PMII lahir dari
rahim NU. Terlepas PMII kembali menjadi banom NU atau akan tetap bertahan di
jalur interdependensinya, yang pasti PMII akan selalu berkaitkelindan dengan NU
dalam setiap langkah dan geraknya.
Sebagai
organisasi kader tentu PMII harus selalu melakukan proses pengkaderan. Meski
kadang dalam proses itu timbul berbagai macam pola. Kenapa harus ada
pengkaderan?. Setidaknya ada lima
argumentasi mengapa harus ada pengkaderan di PMII (Eman Hermawan, Menjadi Kader Pergerakan, PB PMII; 2000
dan Pendidikan Kritis Transformatif, PB PMII; 2002) . Lima argumentasi
tersebut adalah sebagai berikut; Pertama, Pewarisan nilai-nilai (argumentasi
idealis), pengkaderan ada sebagai media pewarisan nilai-nilai luhur
yang difahami, dihayati dan diacu oleh PMII. Nilai-nilai harus diwariskan
karena salah satu sumber elan-gerak PMII adalah nilai-nilai, seperti
penghormatan terhadap sesama, perjuangan, kasih-sayang. Nilai-nilai tersebut
selain disampaikan melalui materi-materi pengkaderan juga ditularkan dalam
pergaulan sehari-hari sesama anggota/kader PMII. Kedua, Pemberdayaan anggota (argumentasi
strategis), pengkaderan merupakan media bagi anggota dan kader untuk
menemukan dan mengasah potensi-potensi individu yang masih terpendam. Secara
lebih luas, pengkaderan merupakan upaya pembebasan individu dari berbagai
belenggu yang menyekap kebebasannya. Sehingga individu dapat lebih terbuka
untuk menyatakan diri dan mengarahkan potensinya bagi tujuan perjuangan. Ketiga, Memperbanyak anggota (argumentasi
praktis), manusia selalu membutuhkan orang lain untuk dijadikan
teman. Semakin banyak teman semakin manusia merasa aman dan percaya diri. Hukum
demikian berlaku dalam organisasi. Di samping itu kuantitas anggota sering
menjadi indikator keberhasilan organisasi, meskipun tidak bersifat mutlak.
Setidaknya semakin banyak anggota, maka human
resources organisasi semakin besar. Keempat, Persaingan antar-kelompok (argumentasi
pragmatis), hukum alam yang berlaku di tengah masyarakat adalah
kompetisi. Bahkan teori Charles Darwin, survival
of the fittest, nyaris menjadi kenyataan yang tidak dapat dielak siapapun.
Dalam persaingan di tingkat praktek, cara yang sehat dan tidak sehat campur
aduk dan sulit diperkirakan berlakunya. Melalui pengkaderan, PMII menempa
kadernya untuk menjadi lebih baik dan ahli daripada organisasi yang lain.
Dengan harapan utama, apabila (kader) PMII memenangkan persaingan, kemenangan
tersebut membawa kebaikan bersama. Hanya sekali lagi, persaingan itu sendiri
tidak dapat dielakkan. Terakhir atau yang kelima, adalah sebagai mandat organisasi (argumentasi
administratif), regenerasi merupakan bagian mutlak dalam organisasi, dan
regenarasi hanya mungkin terjadi melalui pengkaderan. Tujuan PMII yang
termaktub dalam AD/ART Pasal 4 mengharuskan adanya pengkaderan. Melalui
pengkaderan penggemblengan dan produksi kader dapat sinambung. Oleh karena
menjadi mandat organisasi, maka pengkaderan harus selalu diselenggarakan.
Kelima
argumentasi pengkaderan di atas tentu sangat ideal. Meski pada perjalannya
banyak sekali rintangan. Rintangan itu menjadi penghalang maju dan suksesya
kaderisasi di PMII khususnya PMII Cirebon. Kita tidak bisa menolak argument
bahwa di PMII banyak sekali orang cerdas. Sehingga seringkali timbul konflik
dari perbedaan pendapat orang-orang cerdas tersebut yang justru kontra
produktif dengan proses kaderisasi.
Menurut
penulis, PMII Cirebon akan menjadi solid ketika pengurus, kader, dan anggotanya bahkan alumninya bisa saling memahami
dan menyadari. Faham dan sadar akan
pentingnya komunikasi yang baik, saling melengkapi, saling menasihati, saling
mengkritik yang membangun. Tradisi kritik itu baik seperti ilmuan
terdahulu. Sehingga tidak perlu banyak pertengkaran, meski banyak perbedaan. Tidak perlu ada dendam meski ada perselisihan. Tidak perlu saling acuh meski suasana kian mengeruh. Sebagai kader PMII kita selalu
diajarkan saling menghormati. Saling dukung dalam
kepengurusan adalah kunci dari soliditas dan solidaritas.
Salah
satu bait Mars PMII “satu barisan dan satu cita, satu angkatan dan satu jiwa,” menegaskan
bahwa PMII harus senantiasa solid karena kita di PMII
adalah keluarga. Karena kita berada dalam satu cita dan jiwa, maka akan menepis segala kemungkinan terburuk
yang menimpa PMII. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Begitu orang sering mengatakan slogan yang
berkaitan dengan organisasi. Sekali lagi, kita –PMII- mengenal “satu barisan dan satu cita, satu angkatan dan satu jiwa,”.
Membaca
Arah Gerak Organisasi
Sejak berdirinya sampai hari ini, PMII Cirebon terus tumbuh menjadi organisasi yang
memproduksi kader secara terus-menerus. Dengan berlandaskan Islam Ahlusunnah
wal jama’ah sebagai landasan teologinya, PMII Cirebon harus mampu “mendayung” ditengah rotasi zaman
yang serba kompleks dan berubah secara terus-menerus. Salah satu penandanya
adalah dengan jumlah Pengurus Komisariat definitive 6, Pengurus Rayon definitive 7, dan beberapa jumlah Komisariat dan Rayon persiapan. Fakta seperti ini menandakan
dinamika pertumbuhan organisasi terus
berkembang. Konsekuensinya, pada saat yang
bersamaan, ditengah ‘massifikasi pertumbuhan PMII itu’, kita ditantang zaman
untuk menyeimbangkannya dengan kualitas dinamika yang sama dilajur pertumbuhan
pembangunan di Kota dan Kabupaten Cirebon.
Diruang kebangsaan yang lebih lebar, Islam Ahlusunnah waljamaah yang
disebutkan di PMII sebagai Islam Indonesia, mendapat serbuan yang begitu kencang—dengan
berkecambahnya Islam radikal semacam ISIS. Pada konteks yang demikian, mau tak mau, PMII
harus mengkampanyekan “Islam yang ramah—bukan islam yang marah” serta menampilkan
perannya sebagai garda terdepan pergerakan kaum muda berhaluan Islam Ahlussunnah
wal jamaah. Apa yang disebut Nahdlatul Ulama sebagai Islam Rahmatan lil Alamin
haruslah diterjemahkan dalam praktik-praktik nyata pergerakan. Jika tidak
begitu, maka Islam Rahmatan lil Alamin bukan saja berhenti menjadi klaim dan
fosil pemikiran, tetapi juga, akan punah dari sejarah kebangsaan kita.
Dengan kompleksitas masalah
tersebut, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dituntut untuk lebih memiliki
sence terhadap perubahan besar di semua levelnya—sehingga PMII secara individu
dan organisasi mampu memposisikan dirinya untuk mengkomandoi perubahan. Semua
potensi penting ditimbang sebagai bentuk kesiapan generasi.
Pertanyaan yang kemudian muncul
adalah dimana posisi Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia di ranah ini?.
Meskipun–sepanjang sejarah berdirinya Organisasi PMII, telah banyak
berkontribusi secara gagasan, penting rasanya kita merefleksikan dua hal,
pertama; PMII secara organisasi telah menjadi subkultur yang memiliki citra sendiri, memiliki
kebebasan berekspresi (dalam konteks gagasan) dan memiliki kecenderungan untuk
berinovasi dalam konteks gerakan. Hal inilah yang memungkinkan PMII untuk
mengkunstruksi beragam pemikiran secara intelektual untuk menciptakan perubahan
yang dicita-citakan.
Kedua; Warga pergerakan mesti merefleksikan
lagi kedisiplinan berfikir
dan bergerak. Pada titik ini kita dapat mencermati
arus perubahan wacana kader PMII. Terlebih sejak di adopsinya “paradigma” dalam
wacana gerakan PMII pada Tahun 1997 yaitu Paradigma Arus Balik Masyarakat
pinggiran. Poin mendasar yang ditegaskan dalam paradigma ini ada dua hal;
selain analisis tentang restrukturisasi politik oleh Rezim orde baru, hal yang juga
tidak kalah penting adalah identitas diri PMII yang menggambarkan latar belakang
historis, sosio-cultural dan sumber daya yang dimiliki, sebagai gerbong
pergerakan kaum muda tradisionalis.
Pada fase selanjutnya hadir Paradigma Kritis Transformatif (PKT) yang merupakan perwujudan lebih filosofis dan
sosiologis dari paradigma sebelumnya (Arus balik masyarakat pinggiran). PKT memiliki karakteristik utama yaitu: PKT, menawarkan untuk melakukan penafsiran
sejarah dan teori perubahan. Secara geneologis, PKT
terkait dengan teori kritis sebagai kritik atas masyarakat kapitalis modern. Paradigma ini menurunkan konsep rekayasa
sosial yang mempercayai perubahan non-determinis, karena perubahan bias
dilakukan dalam berbagai pintu, baik itu pintu politik, deseminasi gagasan, dan
penguatan civil society, kebudayaan transformative, gerakan gender, sampai pada
gerakan sosial keagamaan transformatif. Dengan paradigma tersebut, gerakan PMII menjadi
terdeseminasi, namun tetap mengandalkan sinergitas pergerakan. Ada yang fokus
pada gerakan massa, ada yang fokus pada gerakan social transformative, ada yang
focus pada gender, ada yang focus pada kajian pengembangan pemikiran sosial
keagamaan alternative, ada yang focus pada jurnalistik, penguatan
intelektual melalui penguasaan bahasa Inggris dan Arab, ada yang focus berkutat
dengan teknologi hingga ada yang focus dakwah.
Gambaran diatas telah menegaskan
bahwa paradigma yang lebih difahami sebagai cara
pandang PMII terhadap realitas telah memberikan kontribusi pemikiran yang
sangat berarti terhadap generasi hari ini, Paradigma Kritis Transformatif (PKT)
misalnya, telah merintis jalan untuk mengelola sistem gerak yang multi-front.
Secara konstitusi paradigma ini
tetap menjadi cara baca PMII terhadap realitas, namun mesti disadari bahwa
dengan perubahan zaman yang justru lebih kompleks, PMII masih berkutat dengan
perbedaan tafsir paradigmatik organisasi, meskipun ini dimaknai sebagai
dinamika internal—tetapi jika dianalisis lebih jauh, hal ini menjadi problem
mendasar, karena distribusi pengetahuan di PMII tidak merata. Hal yang kemudian
muncul adalah hanya beberapa lokus yang “dominan” pada sisi gerakan
massa. Padahal gerakan PMII
Cirebon sudah seharusnya multi-front dengan pembagian tugas dengan cara
pembacaan kader PMII Cirebon yang semestinya dibawa ke mana. Kader dan alumni
PMII Cirebon saat ini sudah mulai banyak bergerak diberbagai bidang dan sector
yang menjadi the leading sector. Tidak lah sulit ketika kader PMII
Cirebon ingin menjadi akademisi, jurnalis, pengusaha, advokat, politisi,
penulis, seniman, dll. Semua sector tersebut sudah PMII Cirebon miliki, hanya
bagaimana kita sebagai kader mau focus di salah satu bidang atau sector
tersebut. Sehingga kader PMII Cirebon mampu menempati sector yang memang
dikehendakinya.
Pada
akhirnya dengan pembacaan di atas dapat kita pahami bahwa PMII merupakan organisasi mahasiswa terbesar di negeri ini, tapi tidak akan menjadi besar ketika kita hanya merasakan
kebesarannya. Tidak pula menjadi besar ketika kita hanya mampu untuk
membesar-besarkannya. Kebesaran PMII ada dalam tanggung jawab kebersamaan,
bukan hanya jumlah kepengurusan ataupun keanggotaanya. Kebesaran PMII ada dalam
kesadaran disetiap kebersamaannya, bukan hanya sekedar kunjungan maupun
pemberitaanya. Kebesaran PMII adalah kita. Kader yang siap focus pada sector yang
dikehendakinya ketika menjadi sahabat pergerakan. Wallahulmuwaffiq Ilaa
Aqwamitthoriq.
*)
Penulis adalah Ketua 1 PC PMII Cirebon
buat yang mau refleksi & jamu dengan konsep kedai, silahkan datang ke Kedai Refleksi & Jamu ANDIES adalah sebuah usaha dibidang kesehatan dengan konsep perpaduan antara layanan pijat refleksi, kedai jamu, sauna dan chek up kesehatan (medical check up). Dengan perpaduan 4 layanan tersebut, kami berkomitmen untuk dapat memberikan solusi atau cara yang enak dan hemat agar masyarakat mudah hidup sehat.Jln. Perjuangan No 27 RT.002 RW.007 Kayu Walang
BalasHapusKarya Mulya Kesambi, Kota Cirebon
HP: 085223029200
PIN BB:5BD34ADB
Email : info@kedairefleksi.com
http://andieskedairefleksi.blogspot.co.id/
http://kedairefleksi.com/