Minggu, 11 Oktober 2015

Argumentasi Gerakan PMII Cirebon (Sebuah Refleksi Harlah PMII ke 55)

Argumentasi Gerakan PMII Cirebon
(Sebuah Refleksi Harlah PMII ke 55)
Oleh: Ayub Al Ansori *)

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah organisasi kader yang harus senantiasa melakukan pergerakan melalui kaderisasi yang baik dan massif. Disamping organisasi kader PMII juga merupakan organisasi yang memiliki ideology dan arah gerak yang jelas. Sehingga dalam melakukan langkah pengkaderan senantiasa dalam jalur ideologinya yaitu Pancasila sebagai asas organisasi dan Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai metode berfikirnya (Manhaj Al Fikr). Dan tentunya selalu menjunjung tinggi nilai-nilai ke-NU-an karena bagaimanapun PMII lahir dari rahim NU. Terlepas PMII kembali menjadi banom NU atau akan tetap bertahan di jalur interdependensinya, yang pasti PMII akan selalu berkaitkelindan dengan NU dalam setiap langkah dan geraknya.
Sebagai organisasi kader tentu PMII harus selalu melakukan proses pengkaderan. Meski kadang dalam proses itu timbul berbagai macam pola. Kenapa harus ada pengkaderan?. Setidaknya ada lima argumentasi mengapa harus ada pengkaderan di PMII (Eman Hermawan, Menjadi Kader Pergerakan, PB PMII; 2000 dan Pendidikan Kritis Transformatif, PB PMII; 2002) . Lima argumentasi tersebut adalah sebagai berikut; Pertama, Pewarisan nilai-nilai (argumentasi idealis), pengkaderan ada sebagai media pewarisan nilai-nilai luhur yang difahami, dihayati dan diacu oleh PMII. Nilai-nilai harus diwariskan karena salah satu sumber elan-gerak PMII adalah nilai-nilai, seperti penghormatan terhadap sesama, perjuangan, kasih-sayang. Nilai-nilai tersebut selain disampaikan melalui materi-materi pengkaderan juga ditularkan dalam pergaulan sehari-hari sesama anggota/kader PMII. Kedua, Pemberdayaan anggota (argumentasi strategis),  pengkaderan merupakan media bagi anggota dan kader untuk menemukan dan mengasah potensi-potensi individu yang masih terpendam. Secara lebih luas, pengkaderan merupakan upaya pembebasan individu dari berbagai belenggu yang menyekap kebebasannya. Sehingga individu dapat lebih terbuka untuk menyatakan diri dan mengarahkan potensinya bagi tujuan perjuangan. Ketiga, Memperbanyak anggota (argumentasi praktis), manusia selalu membutuhkan orang lain untuk dijadikan teman. Semakin banyak teman semakin manusia merasa aman dan percaya diri. Hukum demikian berlaku dalam organisasi. Di samping itu kuantitas anggota sering menjadi indikator keberhasilan organisasi, meskipun tidak bersifat mutlak. Setidaknya semakin banyak anggota, maka human resources organisasi semakin besar. Keempat, Persaingan antar-kelompok (argumentasi pragmatis), hukum alam yang berlaku di tengah masyarakat adalah kompetisi. Bahkan teori Charles Darwin, survival of the fittest, nyaris menjadi kenyataan yang tidak dapat dielak siapapun. Dalam persaingan di tingkat praktek, cara yang sehat dan tidak sehat campur aduk dan sulit diperkirakan berlakunya. Melalui pengkaderan, PMII menempa kadernya untuk menjadi lebih baik dan ahli daripada organisasi yang lain. Dengan harapan utama, apabila (kader) PMII memenangkan persaingan, kemenangan tersebut membawa kebaikan bersama. Hanya sekali lagi, persaingan itu sendiri tidak dapat dielakkan. Terakhir atau yang kelima, adalah sebagai mandat organisasi (argumentasi administratif), regenerasi merupakan bagian mutlak dalam organisasi, dan regenarasi hanya mungkin terjadi melalui pengkaderan. Tujuan PMII yang termaktub dalam AD/ART Pasal 4 mengharuskan adanya pengkaderan. Melalui pengkaderan penggemblengan dan produksi kader dapat sinambung. Oleh karena menjadi mandat organisasi, maka pengkaderan harus selalu diselenggarakan.
Kelima argumentasi pengkaderan di atas tentu sangat ideal. Meski pada perjalannya banyak sekali rintangan. Rintangan itu menjadi penghalang maju dan suksesya kaderisasi di PMII khususnya PMII Cirebon. Kita tidak bisa menolak argument bahwa di PMII banyak sekali orang cerdas. Sehingga seringkali timbul konflik dari perbedaan pendapat orang-orang cerdas tersebut yang justru kontra produktif dengan proses kaderisasi.
Menurut penulis, PMII Cirebon akan menjadi solid ketika pengurus, kader, dan anggotanya bahkan alumninya bisa saling memahami dan menyadari. Faham dan sadar akan pentingnya komunikasi yang baik, saling melengkapi, saling menasihati, saling mengkritik yang membangun. Tradisi kritik itu baik seperti ilmuan terdahulu. Sehingga tidak perlu banyak pertengkaran, meski banyak perbedaan. Tidak perlu ada dendam meski ada perselisihan. Tidak perlu saling acuh meski suasana kian mengeruh. Sebagai kader PMII kita selalu diajarkan saling menghormati. Saling dukung dalam kepengurusan adalah kunci dari soliditas dan solidaritas.
Salah satu bait Mars PMII satu barisan dan satu cita, satu angkatan dan satu jiwa,menegaskan bahwa PMII harus senantiasa solid karena kita di PMII adalah keluarga. Karena kita berada dalam satu cita dan jiwa, maka akan menepis segala kemungkinan terburuk yang menimpa PMII. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Begitu orang sering mengatakan slogan yang berkaitan dengan organisasi. Sekali lagi, kita –PMII- mengenal satu barisan dan satu cita, satu angkatan dan satu jiwa,.

Membaca Arah Gerak Organisasi
Sejak berdirinya sampai hari ini, PMII Cirebon terus tumbuh menjadi organisasi yang memproduksi kader secara terus-menerus. Dengan berlandaskan Islam Ahlusunnah wal jamaah sebagai landasan teologinya, PMII Cirebon harus mampu “mendayung” ditengah rotasi zaman yang serba kompleks dan berubah secara terus-menerus. Salah satu penandanya adalah dengan jumlah Pengurus Komisariat definitive 6, Pengurus Rayon definitive 7, dan beberapa jumlah Komisariat dan Rayon persiapan. Fakta seperti ini menandakan dinamika pertumbuhan organisasi terus berkembang. Konsekuensinya, pada saat yang bersamaan, ditengah ‘massifikasi pertumbuhan PMII itu’, kita ditantang zaman untuk menyeimbangkannya dengan kualitas dinamika yang sama dilajur pertumbuhan pembangunan di Kota dan Kabupaten Cirebon.
Diruang kebangsaan yang lebih lebar, Islam Ahlusunnah waljamaah yang disebutkan di PMII sebagai Islam Indonesia, mendapat serbuan yang begitu kencang—dengan berkecambahnya Islam radikal semacam ISIS. Pada konteks yang demikian, mau tak mau, PMII harus mengkampanyekan Islam yang ramah—bukan islam yang marah” serta menampilkan perannya sebagai garda terdepan pergerakan kaum muda berhaluan Islam Ahlussunnah wal jamaah. Apa yang disebut Nahdlatul Ulama sebagai Islam Rahmatan lil Alamin haruslah diterjemahkan dalam praktik-praktik nyata pergerakan. Jika tidak begitu, maka Islam Rahmatan lil Alamin bukan saja berhenti menjadi klaim dan fosil pemikiran, tetapi juga, akan punah dari sejarah kebangsaan kita.
Dengan kompleksitas masalah tersebut, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dituntut untuk lebih memiliki sence terhadap perubahan besar di semua levelnya—sehingga PMII secara individu dan organisasi mampu memposisikan dirinya untuk mengkomandoi perubahan. Semua potensi penting ditimbang sebagai bentuk kesiapan generasi.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah dimana posisi Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia di ranah ini?. Meskipun–sepanjang sejarah berdirinya Organisasi PMII, telah banyak berkontribusi secara gagasan, penting rasanya kita merefleksikan dua hal, pertama; PMII secara organisasi telah menjadi subkultur yang memiliki citra sendiri, memiliki kebebasan berekspresi (dalam konteks gagasan) dan memiliki kecenderungan untuk berinovasi dalam konteks gerakan. Hal inilah yang memungkinkan PMII untuk mengkunstruksi beragam pemikiran secara intelektual untuk menciptakan perubahan yang dicita-citakan.
Kedua; Warga pergerakan mesti merefleksikan lagi kedisiplinan berfikir dan bergerak. Pada titik ini kita dapat mencermati arus perubahan wacana kader PMII. Terlebih sejak di adopsinya “paradigma” dalam wacana gerakan PMII pada Tahun 1997 yaitu Paradigma Arus Balik Masyarakat pinggiran. Poin mendasar yang ditegaskan dalam paradigma ini ada dua hal; selain analisis tentang restrukturisasi politik oleh Rezim orde baru, hal yang juga tidak kalah penting adalah identitas diri PMII yang menggambarkan latar belakang historis, sosio-cultural dan sumber daya yang dimiliki, sebagai gerbong pergerakan kaum muda tradisionalis.
Pada fase selanjutnya hadir Paradigma Kritis Transformatif (PKT) yang merupakan perwujudan lebih filosofis dan sosiologis dari paradigma sebelumnya (Arus balik masyarakat pinggiran). PKT memiliki karakteristik utama yaitu: PKT, menawarkan untuk melakukan penafsiran sejarah dan teori perubahan. Secara geneologis, PKT terkait dengan teori kritis sebagai kritik atas masyarakat kapitalis modern. Paradigma ini menurunkan konsep rekayasa sosial yang mempercayai perubahan non-determinis, karena perubahan bias dilakukan dalam berbagai pintu, baik itu pintu politik, deseminasi gagasan, dan penguatan civil society, kebudayaan transformative, gerakan gender, sampai pada gerakan sosial keagamaan transformatif. Dengan paradigma tersebut, gerakan PMII menjadi terdeseminasi, namun tetap mengandalkan sinergitas pergerakan. Ada yang fokus pada gerakan massa, ada yang fokus pada gerakan social transformative, ada yang focus pada gender, ada yang focus pada kajian pengembangan pemikiran sosial keagamaan alternative, ada yang focus pada jurnalistik, penguatan intelektual melalui penguasaan bahasa Inggris dan Arab, ada yang focus berkutat dengan teknologi hingga ada yang focus dakwah.
Gambaran diatas telah menegaskan bahwa paradigma yang lebih difahami sebagai cara pandang PMII terhadap realitas telah memberikan kontribusi pemikiran yang sangat berarti terhadap generasi hari ini, Paradigma Kritis Transformatif (PKT) misalnya, telah merintis jalan untuk mengelola sistem gerak yang multi-front.
Secara konstitusi paradigma ini tetap menjadi cara baca PMII terhadap realitas, namun mesti disadari bahwa dengan perubahan zaman yang justru lebih kompleks, PMII masih berkutat dengan perbedaan tafsir paradigmatik organisasi, meskipun ini dimaknai sebagai dinamika internal—tetapi jika dianalisis lebih jauh, hal ini menjadi problem mendasar, karena distribusi pengetahuan di PMII tidak merata. Hal yang kemudian muncul adalah hanya beberapa lokus yang “dominan” pada sisi gerakan massa. Padahal gerakan PMII Cirebon sudah seharusnya multi-front dengan pembagian tugas dengan cara pembacaan kader PMII Cirebon yang semestinya dibawa ke mana. Kader dan alumni PMII Cirebon saat ini sudah mulai banyak bergerak diberbagai bidang dan sector yang menjadi the leading sector. Tidak lah sulit ketika kader PMII Cirebon ingin menjadi akademisi, jurnalis, pengusaha, advokat, politisi, penulis, seniman, dll. Semua sector tersebut sudah PMII Cirebon miliki, hanya bagaimana kita sebagai kader mau focus di salah satu bidang atau sector tersebut. Sehingga kader PMII Cirebon mampu menempati sector yang memang dikehendakinya.
Pada akhirnya dengan pembacaan di atas dapat kita pahami bahwa PMII merupakan organisasi mahasiswa terbesar di negeri ini, tapi tidak akan menjadi besar ketika kita hanya merasakan kebesarannya. Tidak pula menjadi besar ketika kita hanya mampu untuk membesar-besarkannya. Kebesaran PMII ada dalam tanggung jawab kebersamaan, bukan hanya jumlah kepengurusan ataupun keanggotaanya. Kebesaran PMII ada dalam kesadaran disetiap kebersamaannya, bukan hanya sekedar kunjungan maupun pemberitaanya. Kebesaran PMII adalah kita. Kader yang siap focus pada sector yang dikehendakinya ketika menjadi sahabat pergerakan. Wallahulmuwaffiq Ilaa Aqwamitthoriq.

*) Penulis adalah Ketua 1 PC PMII Cirebon


1 komentar:

  1. buat yang mau refleksi & jamu dengan konsep kedai, silahkan datang ke Kedai Refleksi & Jamu ANDIES adalah sebuah usaha dibidang kesehatan dengan konsep perpaduan antara layanan pijat refleksi, kedai jamu, sauna dan chek up kesehatan (medical check up). Dengan perpaduan 4 layanan tersebut, kami berkomitmen untuk dapat memberikan solusi atau cara yang enak dan hemat agar masyarakat mudah hidup sehat.Jln. Perjuangan No 27 RT.002 RW.007 Kayu Walang
    Karya Mulya Kesambi, Kota Cirebon
    HP: 085223029200
    PIN BB:5BD34ADB
    Email : info@kedairefleksi.com
    http://andieskedairefleksi.blogspot.co.id/
    http://kedairefleksi.com/

    BalasHapus

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Do'a

Adalah Engkau

Yang beri kekuatan

Sekaligus menghujamku

Dengan Qodo dan Qodar-Mu

Tuhan..............

Engkau ku percaya

Menjawab setiap do’a yang ku panjatkan

Ku menyanjung-Mu dengan butiran-butiran dzikirku

Kau tak goyah dengan Qodo-Mu

Ku merengek dengan untaian Wiridku

Kau terlampau tentukan Qadar-Mu

Ku serapi setiap lantunan ayat-ayat-Mu

Kau hanya beri aku harapan

Ku berontak dalam puji-puji doa’ku

Kau hanya menatapku dingin dengan ke-Maha Besaran-Mu

Ku menangis dan memaksamu dalam sujudku

Kau tertawa dengan segala ke-Maha Agungan-Mu

Apa mau-Mu Tuhan?

Aku yakin

Kau jawab “YA”, Kau beri yang aku minta

Kau jawab “TIDAK”, Kau akan berikan yang lebih baik

Kau jawab “TUNGGU” Kau akan beri yang terbaik

Untukku..........

Dengan keterbatasanku

Hanya satu, berikan padaku

“Ridhoilah aku sebagai Hamba-Mu yang terbatas

Wahai ALLAH, Tuhan yang Maha Tak Terbatas”